TEKNOLOGI DIGITAL: PEMAIN BARU DALAM DUNIA MEDIS

Ivan Kurnia Sjamsudin
2001578626
Sumber gambar: IEEE Spectrum, issue Desember 2017, halaman 06.

 

Kenneth Kaitin, seorang direktur dari Tufts Center for the Study of Drug Development, mengatakan bahwa inovasi dunia medis, dalam paradigmanya, tidak lagi banyak berkembang sejak 1960, yaitu lima dekade yang lalu. Selain pernyataan dia, Peter Thiel, seorang venture capitalist, dalam bukunya yang berjudul Zero to One: Notes on Startups, or How to Build the Future juga berargumen bahwa peneliti medis terlalu berhati-hati, kerap kali terlalu lama menunggu kebijakan birokrat medis, dan terlalu bersemangat dalam publikasi penelitian dibanding berkontribusi secara nyata dalam hal yang memajukan dunia medis. Uang yang banyak tidak lagi menjamin sebuah penelitian akan membuahkan hasil yang memuaskan. Namun, tersendatnya penelitian-penelitian ini justru mengundang para inovator teknologi untuk ikut berkecimpung dalam dunia medis.

Suksesi Bill Gates, pendiri Microsoft dan seorang filantropis, dalam perombakan penelitian malarianya membuktikan bahwa inovator teknologi dapat menyelesaikan masalah yang belum dapat diselesaikan oleh peneliti medis. Sekitar lima belas tahun lalu, Bill Gates menemukan sebuah skandal di mana dana penelitian global untuk penyakit malaria hanya kurang dari seratus juta dolar AS. Padahal, malaria telah membunuh jutaan orang di Afrika. Oleh karena itu, Gates mempercepat laju penelitian malaria yang memberikan hasil berupa penanganan yang lebih baik, kajian ilmu malaria yang lebih baik, dan sebuah vaksin yang lebih efektif.

Larry Page, salah satu pendiri Google, terinspirasi oleh Bill Gates lalu ikut berkecimpung dalam dunia medis dengan berinvestasi pada pendekatan alternatif melalui perusahaannya. Artikel-artikel di internet membahas hal ini dengan judul Google’s Cure for Death sebagai sebuah kontroversi norma di mana Google menginvestasikan dirinya pada sebuah perusahaan bioteknologi dengan goal mencegah kematian secara menyeluruh.

Semua ini dapat dihasilkan dari keterbukaan dalam dunia medis. Hal ini didukung oleh makin banyaknya peran komputasi teknologi digital dalam berbagai aspek biologi, seperti cara berpikir manusia dan fungsi-fungsi tubuh manusia yang dimodelkan oleh komputer. Ilmuan memercayai komputer sebagai instrumen penyedia model-model penelitian terbaik dibanding membuat model penelitian dengan cara lama, sulit dan menghabiskan banyak waktu.

Sebuah bidang yang sedang naik daun, digital biology, fokus pada alterasi gen dengan cara-cara yang bisa dibilang seperti penulisan perangkat lunak. Digital biology menjanjikan banyak hal. Hal ini juga memberikan kesan nyata bahwa sarjana teknik elektro, teknik komputer, dan teknik informatika dapat berkarir di bidang biomedis.

Salah satu alasan lambannya perkembangan biomedis adalah perlunya memikirkan semua lapisan masyarakat, kaya dan miskin, agar keuntungan inovasi dapat diterapkan ke semua orang. Jika yang kaya menyatakan penelitian medis sebagai sebagai aset bisnis komersial, perkembangan biomedis hanya dapat dimiliki oleh yang kaya.

 

Sumber Penulisan/Daftar Pustaka: Zachary, G. P. (2017). Can Tech Moguls Cure What Ails Medicine? In IEEE, IEEE Spectrum for the Technology Insider | 12.17 (p. 06). IEEE.

Ivan Kurnia Sjamsudin