KAJIPOST MEI (2024)
Palu MK Membawa Kegelapan???
Subtopik:
- Kronologi munculnya putusan MK
- Hasil putusan MK
- Kejanggalan dalam putusan MK
- Respon publik terhadap putusan MK
- Kronologi Munculnya Putusan MK
Tim hukum dari pasangan calon (“paslon”) nomor urut 01, yaitu Anies-Muhaimin dan paslon nomor urut 03, yaitu Ganjar-Mahfud meminta pembatalan keputusan Komisi Pemilihan Umum (“KPU”) Nomor 360 Tahun 2024 yang menetapkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang pemilihan presiden (“PILPRES”) 2024. Mereka berargumen bahwa kemenangan tersebut dicapai melalui pelanggaran terhadap prinsip-prinsip pemilihan yang bebas, jujur, dan adil, serta menyoroti penyalahgunaan wewenang oleh Presiden Joko Widodo.
Tim hukum dari paslon nomor urut 01 meminta agar Gibran didiskualifikasi sebagai calon wakil presiden karena KPU menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres sebelum merevisi peraturan KPU yang menguntungkan paslon nomor urut 02, yaitu Prabowo-Gibran. Oleh karena itu, mereka meminta KPU untuk menggelar pemilihan ulang dengan mengganti calon wakil presiden nomor urut 02.
Mereka juga membahas pembagian bantuan sosial yang dianggap politis serta keterlibatan sejumlah kepala daerah dalam upaya memenangkan Prabowo-Gibran.
Dalam hal ini, tim hukum dari Ganjar-Mahfud juga menyatakan bahwa terjadi pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (“TSM”) dalam pemilihan presiden dan wakil presiden tahun ini, terutama dalam bentuk nepotisme yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo untuk memenangkan paslon nomor urut 02, yaitu Prabowo-Gibran. Mereka juga meminta agar pemungutan suara ulang diadakan tanpa partisipasi paslon Prabowo-Gibran.
Tim hukum yang mewakili paslon nomor urut 02 membantah tuduhan kecurangan, terutama dalam konteks politisasi bantuan sosial. Mereka menegaskan bahwa argumen tentang kecurangan tersebut melukai hati masyarakat dan menyepelekan hak mereka dalam memilih secara bebas dalam pemilihan.
Pihak yang mewakili paslon nomor urut 02, yaitu Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H., M.M., Ph.D juga menilai bahwa permohonan dari tim hukum paslon Anies-Muhaimin dan paslon Ganjar-Mahfud seharusnya diajukan ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) daripada Mahkamah Konstitusi karena dianggap tidak sesuai dengan ketentuan tentang perselisihan hasil pemilihan dalam Undang-Undang Pemilu.
- Hasil putusan MK
Pada hari Senin, 22 April 2024, Mahkamah Konstitusi (“MK”) membacakan putusannya terkait sengketa hasil Pemilihan Presiden 2024 yang memenangkan paslon nomor urut 02, yaitu Prabowo Subianto sebagai presiden dan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden. Sengketa tersebut diajukan oleh paslon nomor urut 01, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar serta paslon nomor urut 03, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.
Hasil putusan yang dibacakan oleh MK menegaskan bahwa permohonan yang diajukan oleh kedua tim hukum paslon ditolak dengan alasan-alasan yang mendukung. Berikut beberapa permohonan yang ditolak oleh MK:
- Permohonan terkait Badan Pengawas Pemilu (“bawaslu”) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (“DKPP”) yang tidak mengambil langkah atas dugaan kecurangan cawapres nomor urut 02 ditolak oleh MK dengan alasan kurangnya bukti yang dapat menyatakan bahwa Bawaslu tidak menindaklanjuti dugaan tersebut
- Permohonan terkait KPU yang dianggap pro paslon nomor urut 02 karena perubahan syarat pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden (“capres dan cawapres”) ditolak oleh MK dengan alasan KPU menjalankan tugas sesuai dengan putusan MK terkait perubahan batas usia capres dan cawapres. Selain itu MK menyatakan bahwa tidak ada pihak yang keberatan atas ditetapkannya Prabowo dan Gibran sebagai capres dan cawapres
- Permohonan terkait penyalahgunaan bantuan sosial (“bansos”) oleh Jokowi dengan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (“APBN”) yang dianggap hanya untuk menarik perhatian masyarakat terhadap paslon nomor urut 02 ditolak oleh MK dengan alasan penyaluran bansos merupakan program penyaluran sosial yang diatur dalam Undang-Undang APBN TA 2024
- Permohonan terkait pelanggaran yang dilakukan aparat negara maupun kepala daerah yang turut campur tangan dalam pemilihan umum (“pemilu”) sehingga mengakibatkan kemenangan bagi paslon nomor urut 02 ditolak oleh MK dengan alasan pemohon (paslon yang mengajukan sengketa) tidak memiliki bukti yang kuat seperti saksi maupun ahli. Selain itu, bukti yang diberikan hanya berupa berita online yang kurang akurat
- Kejanggalan dalam proses putusan MK
Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusan terkait sengketa hasil Pemilihan Presiden 2024 yang memenangkan pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Meskipun putusan tersebut menegaskan kemenangan paslon nomor urut 02, beberapa permohonan terkait sengketa yang diajukan oleh paslon lainnya ditolak oleh MK, sehingga memunculkan kejanggalan tentang proses hukum dan keadilan dalam pemilihan tersebut.
Kurangnya Bukti dalam Sengketa Bawaslu dan DKPP:
Meskipun MK menolak permohonan terkait tindakan Bawaslu dan DKPP terhadap dugaan kecurangan cawapres nomor urut 02 karena kurangnya bukti yang kuat, tetapi ada pertanyaan tentang standar bukti yang diperlukan untuk menindaklanjuti dugaan tersebut. Apakah MK memastikan bahwa proses penanganan sengketa dilakukan secara adil dan transparan, dan apakah bukti-bukti yang disajikan telah dianalisis secara menyeluruh?
Ketidaknetralan KPU:
Permohonan terkait dugaan ketidaknetralan KPU dalam memfasilitasi proses pemilihan ditolak oleh MK dengan alasan bahwa KPU menjalankan tugasnya sesuai dengan putusan MK terkait perubahan batas usia capres dan cawapres. Namun, pertanyaan muncul apakah KPU benar-benar menjalankan tugasnya secara netral dan adil dalam mengatur proses pemilihan, atau apakah ada kepentingan politik tertentu yang mempengaruhi keputusan mereka.
Penyaluran Bansos dan Penggunaan APBN:
MK menolak permohonan terkait dugaan penyalahgunaan bansos oleh Jokowi untuk kepentingan politik, dengan alasan bahwa penyaluran bansos merupakan program penyaluran sosial yang diatur dalam Undang-Undang Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2024. Namun, perlu dipertanyakan apakah penyaluran bansos tersebut benar-benar berada dalam batas-batas yang ditetapkan dalam undang-undang, atau apakah ada penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi untuk kepentingan politik.
Pelanggaran yang Dilakukan oleh Aparat Negara dan Kepala Daerah:
Permohonan terkait pelanggaran yang dilakukan oleh aparat negara dan kepala daerah yang diduga turut campur tangan dalam pemilu juga ditolak oleh MK karena kurangnya bukti yang kuat. Namun, penting untuk memastikan bahwa MK telah memeriksa semua bukti dengan cermat dan memastikan bahwa keputusannya didasarkan pada analisis yang teliti dan objektif.
Secara umum, keputusan MK dalam kasus ini memunculkan pertanyaan akan kejanggalan tentang standar bukti yang diperlukan untuk menangani sengketa pemilihan, serta tentang independensi dan integritas lembaga terkait, seperti Bawaslu, DKPP, dan KPU.
- Respon publik terhadap putusan MK
Setelah dikeluarkannya putusan MK mengenai gugatan hasil pemilu, timbul polemik di masyarakat terkait ditolaknya seluruh permohonan paslon nomor urut 01 dan paslon nomor urut 03 yang diajukan kepada MK. Hal ini langsung menjadi sorotan mata masyarakat mengenai apakah ketukan palu MK tersebut merupakan ketukan palu yang tepat atau justru adanya ketakutan terhadap pemilik kekuasaan yang membayangi para hakim MK dalam membuat keputusan. Keputusan MK menjadi sejarah baru yang dipandang sebagai kemunduran demokrasi karena adanya dugaan oligarki yang memangku kepentingan pada kemenangan paslon nomor urut 02. Putusan MK yang dikeluarkan tersebut menimbulkan demo penolakan dari kalangan mahasiswa dan ahli hukum yang menilai putusan MK hanya melihat hukum dari kacamata sebagai hukum tertulis atau hukum positif saja.
Prof Shidarta:
Mengenai putusan MK bergantung pada cara kita melihatnya, apakah melihatnya di ujung (pasca pilpres) atau di awal (pra pilpres). Jika diujung (sesudah tanggal 14 Februari 2024) maka dianggap bahwa hasil dari PILPRES itu tidak ada kaitannya dengan urusan bansos dan lainnya, seolah hasil perhitungan pemilu itu tidak ada kecurangan. Jika ditarik ke belakang atau di awal maka ada terbukti manipulasi aparat (kewenangannya dialihkan untuk sesuatu yang lain), yang seharusnya netral menjadi tidak netral, bansos yang seharusnya membantu orang kekurangan menjadi dipolitisasi.
Masalahnya ada pertama hakim konstitusi yang tidak konsisten mengenai Putusan 90 yang menjadi awal dari permasalahan pemilu PILPRES.
Jumlah hakim MK dalam memutuskan permohonan sengketa pemilu yang berjumlah 8 orang bukan menjadi masalah atau dapat dianggap sah.
Apakah dalam keputusan MK tersebut ada tanda tanda oligarki?
Tergantung bagaimana mengartikannya. Dalam filsafat hukum, melihat sesuatu berdasarkan hukum positifnya atau aspek moral. Jika etika harus tunduk pada undang-undang maka namanya politeisme. Menurut Prof Shidarta mahkamah konstitusi sangat tidak layak menggunakan kacamata hukum itu hanyalah hukum positif, hukum harus dilihat lebih luas. Undang-undang hanya teks yang menentukan makna teks adalah konteks sehingga konteksnya harus dibaca. Jadi hak demokrasi itu harus langsung, umum, bebas, dan rahasia (“luber jurdil”), maka tidak boleh hanya slogan dalam teks namun harus dimaknai substansial (etika, moral, dll) maka tugas negara untuk menjamin hal tersebut. Karena dalam pemilihan umum PILPRES ini merupakan bagian dari bentuk edukasi politik, mendidik warga bagaimana berdemokrasi. Jika mendidik dengan cara curang maka apa yang ingin digunakan atau pendidikan model apa yang mau diajarkan.
Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (“MKMK”) yang menghukum Anwar Usman yang dianggap melanggar etik diakui karena jika tidak diakui maka Anwar Usman dapat kembali menyidangkan. Karena diakuinya Putusan MKMK maka MKMK mengakui adanya masalah dalam putusan tersebut, dan masalah itu dapat dianggap sebagai bagian dari kecurangan. Berarti jika hal tersebut dianggap sebagai kecurangan dan kecurangan tersebut merupakan bagian dari pra PILPRES maka seharusnya pasca PILPRES tidak perlu diuji lagi soal ada atau tidak adanya kecurangan. Karena kecurangannya secara material sudah terbukti. Oleh karena itu, perlu dilihat bagian mana yang mengandung kecurangan.
Kecurangan tersebut mungkin tidak terjadi di pasca pilpres karena belum adanya bukti. Sedangkan yang dipersoalkan di persidangan adalah kecurangan pra pilpres dan kecurangan pada pra pilpres sudah terbukti dengan keputusan MKMK
Kubu yang mempersoalkan hasil pemilu menarik garis ke pra pilpres sedangkan kubu yang mempertahankan hanya menggunakan garis pasca pilpres.
Bagaimana hakim melihat kecurangan itu, apakah dari pra pilpres atau pasca pilpres? Kalo menurut Prof Shidarta menariknya dari pra pilpres yang berarti memang sudah terjadi kecurangan dalam proses pilpres.
Walaupun dikabulkan pemungutan suara ulang di daerah tertentu maka hasilnya tetap tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap paslon nomor urut 02, walaupun mungkin akan kalah pada daerah tersebut namun dihitung secara nasional akan tetap menang karena suara mayorita sudah memilih paslon nomor urut 02.
Menurut Prof Shidarta saat ini peta politik mengalami ketidakjelasan, misal yang tadinya mendukung A kemudian pindah mendukung yang lain, ini membuktikan partai politik tidak menjadi edukator politik.
Pengajuan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (“PTUN”) tidak akan mempengaruhi apa apa pada hasil pemilu.
Sumber:
BAWASLU. “Bacakan Putusan Hasil Sengketa Pilpres 2024, MK Tolak Permohonan Paslon 01 dan 03” (On-line). Tersedia di https://riau.bawaslu.go.id/bacakan-putusan-hasil-sengketa-pilpres-2024-mk-tolak-permohonan-paslon-01-dan-03/
BBC News. “Pilpres 2024: Banjir ‘Amicus Curiae’, Tuduhan Politisasi Bansos, Dan Hal-Hal Lain Jelang Putusan MK.” BBC News Indonesia, April 18, 2024. https://www.bbc.com/indonesia/articles/c3gv15g65d6o.
BBC News. “Batas Usia Capres-Cawapres: Apa Saja ‘Kejanggalan Dan Kronologi Keanehan’ Putusan Mahkamah Konstitusi?” BBC News Indonesia, October 17, 2023. https://www.bbc.com/indonesia/articles/c4n60z000ngo.
CNN Indonesia. “Pernyataan Lengkap MK Terkait Bansos dalam Sengketa Pilpres” (On-line). Tersedia di https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240423124029-617-1089409/pernyataan-lengkap-mk-terkait-bansos-dalam-putusan-sengketa-pilpres
Tim Research CNBC Indonesia. “Lengkap! Ini Hasil Putusan MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar” (On-line). Tersedia di https://www.cnbcindonesia.com/news/20240422201718-4-532433/lengkap-ini-hasil-putusan-mk-tolak-gugatan-anies-dan-ganjar