Eks ISIS : Pulangkan atau Tidak ?
Akhir-akhir ini, Indonesia sedang dihebohkan oleh isu kepulangan eks WNI ISIS ke Indonesia. Hal ini membagi rakyat menjadi dua kubu: yang setuju atas pemulangan dan yang tidak.
Pada Selasa tanggal 11 Februari 2020 Presiden Joko Widodo membuat suatu keputusan bahwa eks ISIS tidak akan dipulangkan ke Indonesia, hal ini disampaikan usai rapat kabinet di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Hal ini pun dibenarkan oleh Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, beliau menyatakan bahwa terdapat sebanyak 689 WNI eks ISIS sudah dinyatakan tidak memiliki kewarganegaraan alias stateless. Alasannya mereka telah membakar paspor dan memiliki keinginan sendiri untuk meninggalkan Indonesia.
Para anggota eks ISIS tersebut dikabarkan tersebar di Suriah, Turki, dan beberapa negara lainnya yang terlibat Foreign Terrorist Fighters (FTF). Kebanyakan dari mereka adalah wanita dan juga anak-anak, namun belum ada data pasti mengenai identitas
Dalam Undang-Undang Kewarganegaraan telah diatur sejumlah kategori yang menjelaskan tentang hilangnya status kewarganegaraan seseorang. Salah satunya adalah keinginan dari mereka sendiri. Menurut Moeldoko, tak perlu ada proses peradilan untuk mencabut status kewarganegaraan tersebut.
Selain Moeldoko Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud Md, menegaskan tidak akan ada pemulangan bagi eks ISIS. Ia menyatakan terdapat tiga poin yang menjadi dasar keputusan pemerintah menolak mengembalikan WNI, yang diduga bergabung dengan kelompok ISIS, dan saat ini berada di berbagai negara.
“Satu, menjamin rasa aman dan nyaman bagi 267 juta warga negara yang hidup di Indonesia. Harus dilindungi negara tidak boleh ada teroris. Yang kedua, tidak memulangkan pejuang kombatan yang tergabung dalam FTF di beberapa negara,” ujarnya.
Dan yang ketiga mengenai pendataan para FTF. “Karena mendatangi ini kan dari lembaga lembaga Internasional, datanya itu tidak teridentifikasi, jumlah sekian ini sekian gitu loh,” ungkapnya.
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 106 – 110 tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara dijelaskan bahwa setiap warga negara Indonesia tidak diperkenankan melawan hukum baik lisan, tulisan, dan menyebarkan atau mengembangkan paham-paham yang tidak wajar.
Terdapat dasar hukum yang digunakan dalam hal penolakan pemulangan WNI eks ISIS ini, diantaranya dijelaskan didalam Peraturan Pemerinah Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia yang terdapat didalam BAB V mengenai Tata Cara Kehilangan, Pembatalan, Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia Dan Menyampaikan Pernyataan Ingin Tetap Menjadi Warga Negara Indonesia terdapat dalam Pasal 31 ayat 1h yang bebrbunyi:
“bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan”.
Lalu diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
“Kewenangan Penangkalan merupakan wujud dari pelaksanaan kedaulatan negara untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum yang dilaksanakan berdasarkan alasan Keimigrasian,” demikian bunyi Penjelasan Pasal 98 ayat 1.
Pelaksanaan penangkalan dilakukan oleh menteri atau pejabat Imigrasi yang ditunjuk. Penangkalan itu ditetapkan dengan keputusan tertulis. Keputusan itu dikeluarkan oleh Menteri paling lambat 3 hari sejak tanggal permintaan penangkalan tersebut diajukan.
Di sisi lain, Indonesia tak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Sekadar gambaran, hal ini pernah mengemuka saat Arcandra Tahar ditunjuk Jokowi sebagai Menteri ESDM beberapa tahun lalu. Lantaran sudah berstatus WN Amerika Serikat, Arcandra lantas harus mengurus status WNI-nyakembali.
Kepulangan eks WNI ISIS menjadi polemik baru karena pemerintah tidak mau menerima mereka kembali dengan alasan keamanan negara. Alasan ini dianggap masuk akal oleh berbagai macam pihak. Namun, penulis mencoba berpikir dari pihak eks ISIS WNI yang tertolak.
Menurut penulis, keputusan eks WNI ISIS untuk keluar dari perserikatan yang membahayakn itu merupakab wujud ‘pertobatan’ dan keinginan untuk memulai hidup yang baru di Indonesia. Tetapi tentu saja mereka masih membutuhkan bimbingan untuk menjadi warga negara yang baik dan membenarkan stigma buruk yang telah ditanamkan selama bertahun-tahun di kepala mereka.
Pun, penerbit tidak sepenuhnya menolak keingin pemerintah untuk menolak kembalinya mereka. Sebab, pemerintah memperhitungkan kerugian dan keamanan masyarakat. Adalah alasan yang logis bagi pemerintah untuk tetap menjaga kepercayaan dua juta lebih masyarakat Indonesia.
Menurut penulis, lebih baik bagi pemerintah untuk menguji kepantasan eks WNI ISIS yang berharap kembali ke Indonesia. Kesempatan untuk membenahi diri selalu ada bagi tiap orang. Tidak ada kata terlambat untuk menjadi orang benar. Bagaimana menurutmu?