Media Sosial, Senjata SARA di Pilkada 2018

Pilkada serentak 2018 yang akan diselenggarakan Juni yang akan datang  tampakyan masih dibayang -bayangi dengan penggunaan isu suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA) pada Pilkada DKI Jakarta pada 2017 lalu. Di angkatnya kasus penistaan agama untuk menjegal Basuki Tjahaja Purnama untuk menjegal kembali terpilih sebagai gubernur DKI Jakarta hingga berujung dibui tampaknya menjadi cerminan berbahayanya isu SARA dalam pilkada DKI Jakarta “Di dalam kompetisi yang sangat sengit, di mana pertarungan itu begitu luar biasa untuk memenangkan pilkada, akan selalu ada pihak-pihak atau oknum yang menggunakan cara ilegal tapi sangat efektif,” ungkap TITI Anggraini kepada BBC Indonesia , Selasa (10/01).

Medsos merupakan senjata paling ampuh yang dapat digunakan dalam melancarkan isu SARA di pilkada 2018 yang akan datang, Bareskrim Polri memprediksi penyebaran isu SARA di media sosial pada Pilkada serentak 2018 akan meningkat, hal ini diperkuat dengan keterangan pers dari Kasubdit 1 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Irwan Anwar dikutip Dari Metro TV, “Khusus kejahatan ujaran kebencian yang berkonten SARA meningkat dan lebih banyak.” (28/3)

Dalam undang-undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika, Pasal 28 ayat (2) dan Jo Pasal 45 merupankan ketentuan yang mulai digunakan dalam kasus penyebaran kebencian berbasis SARA. Walaupun ada ketentuan pidana dalam KUHP dan UU Nomor 40 tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi Ras dan Etnis (UU Diskriminasi Rasial), namun pasal pasal ITE jauh lebih mudah digunakan terkait  penyebar kebencian berbasis SARA.Salah satu contoh adalah kelompok  Muslim Cyber Army (MCA) yang sudah digulung oleh Mabes Polri, pasalnya MCA sering melempar isu provokatif di media sosial seperti kebangkitan PKI, penculikan ulama, penyerangan terhadap nama bai presiden, serta tokoh-tokoh tertentu.

Kita sebagai masyarakat berdaulat Hukum harus mampu mengatasi dan mengantisipasi isu SARA yang marak kita temui di Media Sosial, melalui Instagram, Path, Twitter, Facebook dll.Sebagai masyarakat yang Berketuhanan Yang Maha Esa sesuai Pancasila sila pertama, mengisyaratkan betapa berharganya tuhan ditengah-tengah kehidupan manusia dan kita harus bersyukur atas hidup kita dan harus memuliakan namanya dan mengikuti ajaranya.Kita sebagai masyarakat berdaulat hukum juga harus mampu mengendalikan diri atas mahluk ciptaan tuhan lainya yang mengundang kita untuk melakukan hal hal yang tidak baik, begitu juga kita jangan menyinggung ataupun mudah tersinggung dan menyakiti hati orang lain, alangakah eloknya sebagai masyarakat berdaulat hukum kita selalu menelaah jauh kedepan atas apa akibat maupun sebab dari setiap tindakan yang kita akan lakukan. Berperasangka buruk kepada orang lain merupakan sifat dan merupakan penyakit yang sangat sulit untuk dihilangkan “Ninyir” adalah bahasa yang populer digunakan oleh KIDS jaman Now, sebaiknya kita menghilangkan budaya berperasangka buruk kepada orang lain walaupun mungkin itu benar adanaya, kita tetap tidak boleh berperasangka buruk terhadap orang lain terlebih lagi perasangka tersebut tidak terlebih dahulu kita sertai bukti dan hanya merupakan rekaan semata.

Saling menghargai orang lain dan menjalin hubungan harmonis dengan sesama merupakan kunci kemesraan dari berbudayanya masyarakat majemuk yang kita miliki di Bangsa tercita ini, sehingga isu isu SARA di Media Sosial yang semakin gencar terjadi menjelang Pilkada serentak 2018 tidah mengganggu kesatuan berbineka tunggal ika Negara Kesatuan Repulik Indonesia (NKRI) tercinta ini. Dan Kita Muda Mudi Indonesia berkewajiban penuh untuk menjaga kesatuan NKRI, dengan memberi keharmonisan bertinggkah laku, keharmonisan berbicara, keharmonisan beragama, hingga berkeharmonisan berkewarganegara, dimulai dari kampus kita tercinta ini.

Myanda Jovanka