MERASAKAN CINTA DAN OBSESI BERLEBIHAN AKAN TOKOH FIKTIF BISA JADI MENANDAKAN KAMU FICTOPHILIA

Go! Fight!! Win!!! Halo, teman-teman Psytroopers semua! Bagaimana nih kabarnya? Dan bagaimana juga perkuliahannya? Semoga baik-baik saja ya! Pada kesempatan kali ini, kita bertemu kembali nih pada artikel ketiga edisi bulan November. Setelah kemarin membahas sisi mengidolakan idolamu dalam dunia Psikologi, pada kesempatan kali ini kita akan kembali membahas mengenai cinta bahkan obsesi dalam dunia Psikologi. Wah, kira-kira kita akan membahas obsesi dan cinta dari segi apa ya? Kalau menurut untaian sebuah lagu sih, 

Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku
Meski kau tak cinta kepadaku

Lagi-lagi kita kembali masokis di awal artikel nih teman-teman Psytroopers. Hmm, memangnya kenapa sih dia tidak cinta padamu? 

“Si ‘dia’ itu hanya karakter fiksi, namun parasnya yang indah membuat aku jatuh hati”

Apa? Jadi si ‘dia’ adalah tokoh fiksi? Waduh, teman-teman jangan sampai seperti ini ya! Menyukai karakter fiksi itu adalah sebuah hal yang lumrah, tetapi jika hal tersebut dilakukan berlebihan itu dapat menjadi tanda kamu mengalami gangguan psikis loh! Hal seperti ini terjadi juga tidak nih denganmu? Kalau kamu merasa obsesimu berlebihan akan suatu karakter fiksi, mari atasi bersama sebelum terlambat. 

“Memang ada gangguan psikologis menyukai karakter fiksi? Bukannya itu hal yang wajar?”

Menurut Power (2008), Kuzmièová (2012), serta Kukkonen dan Caracciolo (2014), fictophilia adalah sebuah fenomena yang berbeda dari respons media manusia, seperti penerapan motorik, keterlibatan yang diwujudkan, dan proses simulasi pra-reflektif yang terjadi selama mengonsumsi fiksi. Lebih sederhananya, ‘Ketertarikan’ manusia terhadap hal-hal atipikal, seperti karakter fiksi, disebut dengan gangguan fictophilia. Ketertarikan yang dimaksud adalah masalah psikis individu yang mempunyai sifat ketertarikan berlebih terhadap suatu karakter tak nyata atau fiksi. Dalam hal ini, seorang peneliti Psikologi ternama, Vygotsky (1933/1978) melakukan pengamatan bahwa “Imajinasi pada remaja dan anak sekolah adalah bermain tanpa tindakan” (hal.93), sehingga pengamatan ini dapat menjadi sumber/posisi yang valid untuk menjelaskan fictophilia dengan kata lain ‘bermain pura-pura’ yang dikembangkan juga dalam populasi dengan rentang usia yang lebih tua (Piaget, 1951/2013; Pellegrini, 2009; Karhulahti, 2019). Jadi, berapapun usiamu jika teman-teman merasakan ketertarikan yang berlebihan terhadap tokoh fiksi itu dapat menjadi concern bahwa kemungkinan kamu mengidap fictophilia

Fictophilia? Baru dengar tuh!”

Nah teman-teman, fictophilia sendiri adalah salah satu tipe dari paraphilia loh!

“Lalu, apa itu paraphilia?”

Paraphilia adalah suatu hal yang mencakup atau melibatkan individu yang memiliki gairah seksual atipikal terhadap hal-hal maupun objek atipikal. Paraphilia sendiri ada di banyak budaya yang berbeda loh teman-teman! Namun, prevalensi pasti orang-orang yang mengalami paraphilia belum diketahui. 

“Wah, ternyata sudah menyimpang ya. Lalu, bagaimana cara mencegah dan mengatasinya?”

Sebagai awal yang baik dalam mencegah, teman-teman dapat membatasi ketertarikan yang teman-teman rasakan terhadap tokoh fiksi. Misalnya, teman-teman boleh mengagumi dengan batas yang wajar dan tidak sampai melibatkan diri teman-teman maupun seksualitas teman-teman dalam mengagumi tokoh tersebut. Karena sejatinya sesuatu yang berlebihan itu tidak akan pernah baik untuk dirimu. Namun, jika teman-teman telah merasakan tanda-tanda fictophilia, teman-teman  dapat mengatasinya dengan menjauhkan diri dari segala hal yang berkaitan dengan tokoh fiksi tersebut serta meminta pertolongan ahli maupun dari orang-orang terdekatmu.

Dengan adanya artikel ini, aku berharap teman-teman dapat lebih aware dengan psikis teman-teman serta orang-orang terdekatmu ya! Salam sehat dan bahagia teman-teman Psytroopers semua!

REFERENSI:
Karhulahti, V-M. & Välisalo, T. (2021). Fictosexuality, fictoromance,and fictophilia: a qualitative study of love and desire for fictional characters. Front. Psychol. 11:575427.  https://doi.org/10.3389/fpsyg.2020.575427 

Park, J., Blomkvist, A., & Mahmut, M. (2022). The differentiation between consumers of hentai pornography and human pornography. Journal Sexologies, 31(3), 226-239. https://doi.org/10.1016/j.sexol.2021.11.002 

Penulis:  Dinanda Rizqiannisa Putri