PEMAHAMAN MATEMATIKA
PEMAHAMAN MATEMATIKA
Juniar
2101684582
Belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang dilakukan oleh seseorang sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang berbeda antara sesudah belajar dan sebelum belajar. Semua orang yang sudah menempuh jenjang SD pasti mengenal pendidikan tentang mata pelajaran matematika. Tidak sedikit siswa yang mengakui kesulitan memahami materi matematika termasuk Siswa SD, mereka sering menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit di terima dan di pahami karena para pelajar sudah menjudge bahwa matematika adalah mata pelajaran yang sulit dan rumit. Akhirnya mereka pun tidak niat untuk mempelajarinya.
Kemampuan para pelajar Indonesia dalam bidang matematika memang seharusnya diperhatikan dengan serius oleh setiap orang yang terlibat dalam dunia pendidikan Indonesia termasuk jenjang Sekolah Dasar. Kita seharusnya mengetahui bahwa siswa SD seharusnya diberikan materi yang sesuai dengan kemampuannya yaitu dengan memberikan materi dengan obyek-obyek yang konkrit agar mudah di pahami, tetapi selama ini, pendidikan di Indonesia memakai hal yang abstrak yang membuat siswa merasa kebingungan dan kesulitan memahami sehingga siswa tidak ada daya tarik untuk memahaminya. Pembelajaran matematika usia SD akan tercapai apabila guru memahami intelektual siswa SD.
Menurut Piaget (Carin & Sund, 1989:23-47; Ratna W. Dahar, 1989:152-156) tahap – tahap perkembangan kognitif (intelektual) seseorang melalui empat tahap berurutan, yaitu:
a) tahap sensori motor dalam rata-rata usia sekitar 0-2 tahun,
b) tahap praoperasional dalam rata-rata usia sekitar 2-7 tahun,
c) tahap operasional konkrit dalam rata-rata usia sekitar 7-11 tahun, dan
d) tahap operasional formal dalam rata-rata usia sekitar 11 tahun keatas.
Tahap sensori motor adalah tahap pertama dalam perkembangan kognitif (intelektual), Perkembangan ini didapat melalui pengalaman belajar merasakan dan mengenal obyek, sehingga pada akhir tahap ini anak dapat “membedakan”. Misalnya; anak sudah tahu orang tuanya, nama-nama benda, binatang.
Tahap praoperasional adalah tahap kedua dalam perkembangan kognitif (intelektual) . Tahap ini merupakan tahap persiapan dalam pengorganisasian operasi konkrit. Tahap ini dapat dibagi ke dalam tahap berpikir pra-logis dan tahap berpikir intuitif pada rata-rata usia sekitar 2 – 4 tahun. Pada tahap ini anak memiliki penalaran transduktif yaitu suatu penalaran yang bergerak dari khusus ke khusus. Tahap berpikir intuitif berada pada rata-rata usia sekitar 4 – 7 tahun. Pada tahap ini anak dapat menilai dan mempertimbangkan atas dasar persepsi pengalaman sendiri, oleh karena itu anak pada tahap ini bersifat egosentris. Hal lain yaitu anak berpikir ireversibel, berpikir statis, dan concreteness.
Tahap operasional konkrit adalah tahap ketiga dari tahap perkem-bangan intelektual. Tahap ini berada pada saat anak-anak usia SD. Tahap ini merupakan permulaan berpikir rasional. Pada tahap operasional konkrit anak mampu berpikir logis melalui obyek-obyek konkrit, dan sulit memahami hal-hal yang hanya direpresentasikan secara verbal, Dengan kata lain anak-anak pada tahap ini belum mampu melakukan proses berpikir yang abstrak, belum mampu belajar dengan baik tentang proses sains yang abstrak (seperti tentang peristiwa photosintesa), serta selalu mengalami kesulitan dalam memahami konsep yang abstrak, seperti mempelajari konsep gravitasi
Tahap operasional formal adalah tahap akhir dari perkembangan kognitif (intelektual) menurut Piaget, sebab setelah itu tidak terjadi lagi peningkatan kualitas intelektual.
Menurut J. Piaget perkembangan anak usia SD tersebut termasuk dalam katagori operasional konkrit. Pada usia operasional konkrit ciri-cirinya sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan tertentu yang logis,
Oleh karena itu kita seharusnya dapat memperhatikan kemampuan-kemampuan tersebut, kita dapat memahami dengan melihat tahap perkembangan. Anak SD sudah mampu mengurutkan, pertambahan dan pengurangan serta sudah mengenali barang dan anak SD juga sudah mampu menggolongkan atau mengklasifikasikan berdasarkan bentuk luarnya saja, misalkan menggolongkan berdasarkan warna, bentuk persegi atau bulat, dan sebagainya.
Beberapa anak menunjukkan bahwa murid-murid SD di kelas rendah mempunyai kesulitan dalam memahami soal-soal cerita. Dalam mempelajari topik soal cerita, walaupun siswa sudah berulangkali dijelaskan ternyata masih banyak yang belum dapat mengerjakan dengan benar. Kesulitan yang dihadapi oleh siswa dalam mengerjakan soal cerita tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, ada kemungkinan metode pembelajaran yang digunakan guru belum tepat. Kedua, dari faktor murid, bahwa murid di SD kelas rendah masih belum dapat berpikir abstrak sehingga apabila diajarkan soal cerita murid akan mengalami kesulitan. Hal ini berkaitan dengan tingkat perkembangan kognitif murid. Anak pada jenjang SD masih berada pada tingkat operasional konkret. Ini berarti bahwa anak pada usia SD masih belum dapat berfikir secara abstrak. Oleh karena itu dalam mengajarkan bilangan misalnya, guru harus menggunakan benda-benda konkret. Sebagai contoh untuk mengajarkan 4 + 1, dapat dilakukan dengan menggunakan media telur mainan atau bisa memeberikan penjelasan dengan visual atau media lainnya yang dapat diamati secara langsung. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa untuk mengajarkan hal-hal yang bersifat abstrak kepada anak SD diperlukan adanya media pembelajaran yang kongkrit sementara anak masih belum mampu berfikir abstrak.
DAFTAR PUSTAKA
http://health.liputan6.com/read/2507336/meditasi-bantu-anak-sd-jago-matematika
http://ainamulyana.blogspot.com/2017/09/tahap-tahap-perkembangan-kognitif.html