Teman Imajinasi

Teman Imajinasi

Halo, teman-teman!

Tahukah kalian bahwa hari ini adalah hari yang spesial bagi seluruh anak di sekeliling dunia? Setiap tahunnya, tanggal 1 Juni diperingati sebagai Hari Anak Internasional. Sesuai dengan namanya, Hari Anak Internasional adalah hari di mana seluruh dunia berkumpul bersama untuk merayakan anak-anak. Selain itu, hari tersebut juga berperan sebagai suatu ajakan untuk lebih sadar dan peduli akan pentingnya menciptakan dunia yang lebih baik bagi anak-anak dengan cara menciptakan lingkungan yang aman dan sehat untuk mereka bertumbuh.

Untuk mendukung gerakan tersebut, pemerintah seluruh dunia mengadopsi Konvensi Hak Anak pada tahun 1989. Konvensi ciptaan PBB terdiri dari 54 pasal, 42 diantaranya membahas tentang hak yang seharusnya diterima oleh setiap anak tanpa terkecuali. Salah satunya adalah bermain (Pasal 31). Meskipun zaman terus berubah, ada satu hal yang tidak pernah berubah yaitu bahwa anak-anak suka bermain. Semua anak, khusunya anak kecil, selalu mencari hal baru untuk dimainkan, mulai dari mainan, barang-barang di sekitar rumah, bahkan sampai menciptakan teman untuk bermain dengan dirinya. Itulah yang disebut dengan teman khayalan atau teman imajinasi.

Apa kalian pernah bermain dengan teman imajinasi? Sekitar 45-65% anak memiliki teman imajinasi ketika mereka sedang berusia 3-6 tahun. Awal munculnya teman imajinasi itu karena anak sedang di masa-masa di mana imajinasinya meluap dan perlu dituangkan ke suatu tempat. Anak-anak akan mengambil inspirasi dari hal-hal yang pernah mereka lihat, seperti buku, mainan ataupun kartun. Teman inilah yang akan nantinya menemani mereka ketika bermain supaya mereka tidak merasa bosan ataupun sendirian. Sesuai dengan itu, sebuah penelitian dari Universitas Yale menyatakan bahwa kebanyakan anak yang memiliki teman khayalan merupakan anak sulung dan tunggal.

Mungkin di mata orang tua, ini terlihat aneh, tidak masuk akal, dan bahkan seram. Namun, adanya teman imajinasi dapat melatih anak untuk berpikir kreatif, berkomunikasi dengan orang lain dan memiliki rasa tertarik dengan lingkungan sekitarnya. Anak melatih kemampuan berbicara mereka, bahkan sampai menciptakan kata-kata baru untuk mengekspresikan dirinya. Lalu, ketika anak sedang berbicara dengan “temannya”, tanpa disadari ia juga sedang membayangkan skenario percakapan dan jawaban dari “teman” tersebut. Biasanya anak akan menciptakan banyak sekali cerita baru dan menceritakannya kepada orang tua. Dan jika diminta untuk menjelaskan dan menggambar temannya, anak bisa melakukannya. Mereka akan terlatih untuk mengekspresikan diri mereka sendiri kepada orang lain.

Intinya, teman khayalan merupakan bagian dari perkembangan anak dan dapat membawa banyak  sekali manfaat bagi anak. Meskipun begitu, ini harus diimbangi dengan waktu bermain dengan anak-anak lain di dunia nyata. Biasanya anak-anak bisa membedakan kenyataan dan imajinasi, sehingga mereka mengerti bahwa temannya itu tidak nyata. Namun, jika anak dibiarkan terus menerus dalam dunia khayalannya, ia akan kesulitan untuk membedakan realita dengan khayalan. Biasanya ini dapat dilihat dari anak mulai mengisolasikan dirinya dan aktivitas sehari-hari mulai terganggu.

Meskipun kita tahu bahwa teman imajinasi tidak nyata, namun itu tetaplah teman bagi anak. Perpisahan anak dengan teman itu bukanlah hal yang mudah. Beberapa anak bisa langsung melupakan teman khayalannya setelah menginjak usia 6 tahun, namun ada beberapa anak yang masih mempunyai teman khayalan sampai usia pra-remaja. Hal ini bisa diakibatkan oleh anak tersebut merasa sedikit kesepian atau mungkin inilah cara dia menggali ide dan imajinasinya. Banyak penulis fiksi menjadikan karakter yang mereka ciptakan teman khayalan mereka. Sebagai orang dewasa, kita bisa mendorong anak-anak untuk pelan-pelan melepaskan teman khayalannya, namun tidak boleh terlalu memaksa karena itu akan membuat anak tidak nyaman. Asalkan tidak terjadi dampak buruk, teman khayalan adalah hal yang sangat normal dan membantu dalam pertumbuhan anak.

Referensi:

Louise Evelyn Tan