Bertualang di Sekolah Indonesia
Bertualang di Sekolah Indonesia
Sebagai bangsa yang besar dan mempunyai landasan yang kuat, sudahkah Indonesia menjadikan pendidikan sebagai modal utama pergerakan bangsa yang akan bangkit dari masa ke masa? Sudahkah masyarakat Indonesia merasakan betapa adilnya nilai pendidikan bagi semua anak bangsa? Sebagaimana kita ketahui yang tercantum dalam pancasila, sila yang kelima, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pendidikan bukan pelajaran. Pendidikan jauh lebih mendalam. Orang yang berpendidikan adalah orang yang bisa berpikir, bisa berimajinasi, dan menerapkan apa yang ia dapatkan. Hal tersebut didapatkan dari sekolah. Namun, apakah sekolah-sekolah sudah merata untuk menerapkan itu? Apakah semua sekolah di Indonesia harus memenuhi standar khusus untuk bisa dikategorikan menjadi sekolah yang baik? Mari bertualang menjelajahi sekolah yang ada di Jakarta, Papua, dan sekolah konvensional di Jogjakarta.
Sebenarnya, apa itu pendidikan? Tentu saja jawabannya adalah pendidikan yang dapat memerdekakan setiap pelaku pendidikan untuk mencapai tujuan yang baik. Kita akan mulai bertualang ke Jogjakarta untuk melihat Sanggar Anak Alam (SALAM), sebuah sekolah konvensional di Jogjakarta. SALAM berupaya untuk menciptakan ruang bagi anak-anak serta komunitas untuk leluasa melakukan eksperimen, eksplorasi, dan mengekspresikan berbagai temuan pengetahuan dengan memanfaatkan lingkungan di sekitarnya sebagai media belajar. Perspektif SALAM dalam membangun pendidikan menjadikannya berbeda dari sekolah lain. SALAM memiliki perhatian utama, yaitu pangan, kesehatan, lingkungan, dan sosial budaya dalam mengembangkan pembelajarannya.
Di Sanggar Anak Alam, kesempatan menjelajahi minat dan bakat terbuka lebar. Proses pembelajaran di Sanggar Anak Alam telah memberikan anak-anak pelajaran berharga tentang alam, keberlanjutan, dan interaksi sosial. Sanggar Anak Alam juga menjadi tempat di mana anak-anak bertemu dengan orang-orang yang berbagi minat dan nilai-nilai yang sama. Pertimbangkan bagaimana hubungan dan komunitas ini telah memengaruhi mereka, apakah itu melalui persahabatan, kerja sama, atau dukungan.
Sanggar Anak Alam rumah bersama warga SALAM juga berperan penting dalam mendukung keberlangsungan Sanggar Anak Alam. Warga SALAM secara aktif terlibat dalam mendukung dan menjaga kegiatan di sanggar ini. Mereka dapat memberikan dukungan moral kepada anak-anak yang belajar di SALAM. Dengan adanya kerja sama antara SALAM dan warga SALAM, sanggar ini dapat terus beroperasi dan memberikan manfaat yang besar bagi anak-anak, keluarga SALAM, dan masyarakat.
SALAM tidak mempunyai mata pelajaran, aturan, seragam, dan guru. Peserta didik dapat berguru dari siapa saja. Hal yang membedakannya, guru dikenal dengan fasilitator. Tidak seperti sekolah pada umumnya yang memiliki mata pelajaran, peserta didik belajar dengan metode riset (by research). Riset yang dilakukan sesuai dengan passion masing-masing individu. Passion yang mereka temukan dapat dipelajari, dipahami, dan dikuasai. SALAM tidak memiliki seragam seperti sekolah-sekolah umumnya yang harus dikenakan setiap ke sekolah, tapi tidak boleh menggunakan sendal jepit. SALAM mengajarkan kebhinekaan hingga ke tingkat individual. SALAM memiliki jam masuk, keluar, dan istirahat yang bisa saja berbeda antar kelas. Bahkan, di tingkat SMA, SALAM mengajarkan anak – anak membuat sendiri rapornya.
Sekarang kita akan bertualang ke sekolah swasta. Sekolah swasta tentunya memiliki pendanaan yang mandiri dan dikelola dengan baik oleh yayasan, bukan milik pemerintah. Maka, dari situlah juga sekolah swasta tentu memiliki biaya SPP yang lebih tinggi dari pada negeri. Sekolah negeri tentu memang ada yang favorit, tetapi sekolah swasta pun juga tidak kalah pamornya dsbanding sekolah negeri. Guru sekolah swasta rata-rata berpengalaman dalam bidangnya masing-masing. Sedangkan para guru dari sekolah negeri rata-rata berasal dari golongan PNS. Jadi, kasarannya mereka dapat gaji dari pemerintah meskipun mereka mengajar atau tidak.
Sekolah swasta saat ini terutama yang favorit beberapa sudah mengadakan exchange bagi para guru native speaker, terutama adalah Bahasa Jepang dan Bahasa Inggris. Harapannya saja, tidak perselisihan antara sekolah swasta dan sekolah negeri. Sekolah swasta memiliki standar kualifikasi tertentu yang ditetapkan sekolah dan harus dipenuhi oleh tenaga pendidiknya. Otomatis guru sekolah swasta unggulan telah memiliki kemampuan yang tidak diragukan lagi dalam mengajar siswanya. Lalu, kita bisa lihat sisi positif dan negatif tentang sekolah swasta di Jakarta,
Sisi positifnya sekolah swasta dapat dilihat dari poin-poin berikut ini:
- Fasilitas yang terjamin berkualitas
Sekolah swasta dikenal dengan biayanya yang cukup mahal. Maka dari itu, ekspektasi kita untuk sarana dan prasarana sekolah tentunya akan tinggi. Memang benar, umumnya biaya sekolah yang mahal berarti fasilitas yang berkualitas pula.
- Sekolah swasta dikelola oleh yayasan
Berbeda dengan sekolah negeri, sekolah swasta dimiliki dan dikelola oleh sebuah yayasan. Karenanya, peraturan dan kebijakannya biasanya berbeda dengan sekolah negeri. Aturan dari yayasan lebih fleksibel dan menyesuaikan dengan keadaan.
Sisi negatif Sekolah Swasta:
- Biaya pendidikan yang terbilang mahal Seperti yang sudah disebutkan diatas, sekolah swasta terkenal dengan biaya masuknya yang terbilang mahal. Biaya ini termasuk biaya masuk, biaya gedung, uang bulanan (SPP),
- Penggunaan kurikulum yang dapat berbeda dengan kurikulum nasional
Sekolah swasta memiliki kebebasan untuk memilih kurikulum yang akan diterapkan di sekolahnya. Karena kebebasan ini, tidak jarang kurikulum yang digunakan bertabrakan dengan kurikulum nasional. Jika kamu memilih sekolah swasta bertaraf internasional, maka akan ada kemungkinan kamu kesulitan untuk menghadapi ujian nasional.
Apa peran kita sebagai manusia berpendidikan? Berdasarkan perbeedaan dari kualitas pendidikan di daerah Jawa dan Papua yang sudah tidak bisa dipungkiri, pengembangan layanan pendidikan seperti di Papua Selatan berbasis kontekstual sesuai dengan nilai dan kearifan lokal bagian Papua selatan melalui pendekatan Sekolah Kampung di Tanah Papua. Proses pembelajarannya sangat tidak tergantung pada ketersediaan sarana dan prasarana seperti gedung, meja-kursi, papan tulis, atau alat peraga. Bahkan, dari rumah ke sekolah saja setiap hari jalan kaki, tidak seperti di kota yang fasilitasnya kebanyakan sudah aman. Hal ini disebabkan karena proses pembelajarannya yang khas dan kontekstual, sehingga bagi masyarakat dan warga, belajar di sekolah kampung dianggap sebagai rumahku, bahasaku, kebunku, dusunku, dan kampungku karena menggunakan sumber dan media bahan ajar lokal berupa kayu, daun, buah, batu, pasir, lumpur, rotan, tali, dan limbah tanaman (kulit kayu, gaba, lidi, sabut dan tempurung kelapa).
Inilah sekolah yang bisa menjadi rumah untuk berkembang dan berimajinasi. Dalam suatu lembaga pendidikan, sarana dan prasarana merupakan hal yang terpenting dalam kegiatan yang diselenggarakan di lembaga pendiidkan tersebut. Dengan kata lain, fasilitas merupakan penentu berjalan atau tidaknya suatu kegiatan pendidikan di lembaga tersebut. Maka, bisa saja bukan sekolah di Papua mengadaptasi sistem SALAM yang terkenal bagus?