Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan

Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan

Baru-baru ini Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Nadiem Makarim, mengeluarkan satu kebijakan yang membahas mengenai pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan. Mengapa yaa kira-kira sampai Menteri kita harus mengeluarkan peraturan ini? Jika kita tinjau dari pelaksanaan pendidikan di Indonesia, kasus kekerasan marak sekali terjadi. Kita pasti sudah tidak asing mendengar kasus kekerasan di dunia pendidikan. Bahkan, melalui pendataan yang dilakukan (FSGI) Federasi Serikat Guru Indonesia yang sejak bulan Januari – Mei 2023, menyatakan kasus kekerasan seksual mencapai 22 kasus dengan jumlah korban 202 peserta didik. Pendataan ini diambil hanya dari kasus yang diberitakan di media massa karena sudah dilaporkan pada pihak kepolisian. Lebih miris dari data yang ditampilkan, pelaku kekerasan paling banyak dilakukan oleh guru. 

Namunn, jangan salah sangka juga. Ternyata, kasus kekerasan di lingkungan satuan pendidikan tidak hanya terjadi pada peserta didik, loh! Namun, para tenaga pendidik pun sering mengalami hal serupa. Hanya saja selama ini kita lebih sering mendengar bahwa peserta didik yang menjadi korban. Namun kenyataanya, antar warga sekolah saling menjadi korban. Jika seperti ini kita harus bagaimana? Bagaimana perasaan dan pendapatmu melihat realita pendidikan di Indonesia? Sangat sedih dan miris bukan? 

Nah, saat ini Kemendikbudristek mengeluarkan suatu kebijakan baru dengan tujuan memperjelas jenis kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dan menjamin hak setiap warga sekolah. Jika pada pembahasan sebelumnya kita hanya melihat mengenai data kasus kekerasan seksual dan berpikir kalau kekerasan di satuan pendidikan hanya berkaitan dengan seksual, maka kita sedang salah besar. Jika ditinjau dari arti katanya, kekerasan sendiri mengacu pada suatu tindakan yang dilakukan seseorang/sekelompok orang terhadap orang lain, baik berupa fisik maupun verbal dan menganggu hak kemanusiaan seseorang. Dalam Permendikbudristek PPKSP sendiri bentuk kekerasan sudah didefinisikan secara terperinci, yaitu: 

1. Kekerasan Fisik 

Tindak kekerasan yang dilakukan secara kontak langsung dengan tubuh dengan tujuan mencelakai dan dapat mengakibatkan cidera / penderitaan fisik lainnya. 

Contoh : pemukulan, mencekik, menendang 

2. Kekerasan Psikis 

Tindakan kekerasan yang dilakukan secara verbal dengan tujuan membuat kesehatan mental seseorang menjadi terganggu.  

Contoh : intimidasi, membentak, mengejek 

3. Perundungan 

Tindakan kekerasan yang dilakukan biasanya dilakukan secara fisik maupun verbal dengan tujuan merendahkan dan menekan seseorang. 

Contoh : bullying 

4. Kekerasan Seksual 

Tindakan menghina bahkan melecehkan seseorang yang menyerang tubuh maupun fungsi reproduksi seseorang. 

Contoh : cat calling, pemerkosaan 

5. Deskriminasi dan Intoleransi 

Tindakan kekerasan yang dilakukan secara verbal dan sering dianggap sepele karena kelihatannya, tidak seperti tindakan kejahatan. Namun, tindakan ini dengan jelas membedakan, mengecualikan, dan membatasi adanya perbedaan antar individu. 

Contoh : suku/etnis, agama, ras, warna kulit, eknomi, fisik, dll 

6. Kebijakan yang mengandung kekerasan 

Tindakan yang secara tidak langsung mengandung kekerasan karena adanya aturan/kebijakan yang berpotensi menimbulkan kekerasan. 

Contoh: surat keputusan, nota dinas, instruksi/himbauan 

Wahh! Ternyata banyak juga bentuk kekerasan di dalam lingkungan satuan pendidikan. Wajar kalau Menteri kita sampai harus membuat peraturan ini dengan tujuan untuk mencegah bahkan menangani bentuk kejadian serupa. Namun, seringkali adanya tercipta suatu kebijakan baru, pasti ada saja oknum yang tetap nakal dan tidak menjalankan penerapan kebijakan sesuai dengan aturan semestinya. Tetap saja, kegiatan ini merupakan satu langkah prefentif untuk mencegah terjadinya kasus yang mungkin dapat terjadi lagi di depan dan lebih melindungi hak tiap individunya. 

Jika ditinjau lagi sebenarnya kunci agar kebijakan ini dapat berjalan dengan lancar terletak pada kesadaran diri masing-masing individu. Misalnya untuk mencegah kasus serupa maka dari setiap tokoh pendidikan (seluruh warga sekolah) harus saling menjaga satu sama lain. Kemudian, untuk menangani kasus serupa, maka kita harus mengajarkan bagaimana cara untuk berani berbicara dan tidak takut lagi. Sebab, melihat dari realita yang ada, masih banyak sekali beberapa pihak yang mengalami kekerasan, tetapi tidak berani menyuarakan. 

Jadi, dengan adanya peraturan dan kebijakan yang baru ini, maka secara tidak langsung Kemendikbudristek lebih menjelaskan dan memedulikan agar terciptanya lingkungan satuan pendidikan yang lebih aman dan nyaman, seperti yang sudah tertera di Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023. Semoga juga kebijakan yang baru ini dapat terlaksana dengan baik dan tercipta lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman bagi setiap warga sekolah tanpa terkecuali. 

Kerenhapukh Anugraherni