Petualangan Patriarki dan Feminisme di Dunia Barbie

Petualangan Patriarki dan Feminisme di Dunia Barbie

Berapa banyak presiden di dunia ini yang dipimpin oleh wanita? Berapa banyak wanita yang mengisi kursi pemimpin, baik secara institusional ataupun parlemen? Jika kita diberi pertanyaan seperti itu, kita akan berpikir dan menelusuri segala ingatan yang kita miliki tentang kursi pemimpin yang diisi oleh perempuan. Namun, bagaimana jika dihadapkan pertanyaan tentang berapa banyak kursi pemimpin yang diisi oleh laki-laki? Pastinya kita langsung menyebutkan nama-nama yang saat ini masih menjabat sebagai pemimpin dan tidak perlu berpikir lebih jauh lagi. Sudahkah kamu menonton film Barbie yang saat ini sedang menggemparkan dunia maya dengan popularitasnya yang melonjak dan mengangkat isu seperti ini? 

Stereotip tentang gender sudah lama terjadi. Apakah kamu pernah mendengarkan kutipan, ”Kebohongan yang dikatakan berkali-kali, lama-lama akan mejadi kebenaran,”. Begitupun pada norma sosial. Norma sosial hadir dari isu-isu yang dianggap masyarakat penting dan harus dijadikan sebuah standar yang patut untuk dipatuhi. Dari pengertian ini, kita dapat menyimpulkan kalau norma sosial tidak selamanya menguntungkan semua orang. Ada berbagai norma sosial yang melibatkan stereotip gender dan muncul karena adanya kebiasaan di lingkungan masyarakat. Contoh nyatanya adalah bahwa perempuan dikatakan harus bisa memasak. Otoritas laki-laki seringkali lebih besar daripada perempuan. Hal itulah yang menimbulkan adanya patriarki. Lalu, tak jarang juga norma-norma sosial merugikan laki-laki. Seakan kriteria ”laki-laki” sudah ditetapkan khalayak umum, maka laki-laki harus bisa ini dan itu. Padahal, laki-laki juga berhak mendapatkan kesetaraan.  

Berbagai pekerjaan yang dianggap sebagai tanggung jawab perempuan atau laki-laki hingga menghalangi kekebasan individu merupakan dampak dari adanya patriarki. Melalui film Barbie, para Barbie berjuang melawan kontroversi dari patriarki yang dibawa oleh Ken setelah dari dunia nyata. Barbie pun jadi serba salah dalam berbagai hal ketika tiba di momen tersebut. Adanya patriarki di mana laki-laki memegang posisi tertinggi di semua hal dan membuat para Barbie ada di posisi yang bawah tidaklah baik. Berikut ini adalah kutipan dari film Barbie yang sangat mengemukakan kondisi yang dialami oleh perempuan. 

It is literally impossible to be a woman. You are so beautiful, and so smart, and it kills me that you don’t think you’re good enough. Like, we have to always be extraordinary, but somehow we’re always doing it wrong. 

But always stand out and always be grateful. But never forget that the system is rigged. So find a way to acknowledge that but also always be grateful. You have to never get old, never be rude, never show off, never be selfish, never fall down, never fail, never show fear, never get out of line. It’s too hard! It’s too contradictory and nobody gives you a medal or says thank you! And it turns out in fact that not only are you doing everything wrong, but also everything is your fault. 

 I’m just so tired of watching myself and every single other woman tie herself into knots so that people will like us. And if all of that is also true for a doll just representing women, then I don’t even know”.  

Kesetaraan gender memiliki arti keadilan. Hal ini bisa dianologikan dengan tinggi seseorang yang sedang ingin menonton konser dari kejauhan. Jika A yang paling pendek mendapatkan tangga dengan ukuran yang sama dengan B yang tingginya lebih tinggi, maka tidak akan ada kesetaraan yang didapakan. Beda jika si A diberikan tangga yang tingginya 2x lipat daripada B sehingga mereka bisa menonton konser dengan tinggi yang sama dan dapat melihat dengan jelas. Begitupun dengan kasus kesetaraan gender di sini. Baik itu gerakan feminisme maupun patriarki, dominan adalah cita orang-orang. Saat di Barbie Land, perempuan mendapat posisi dominan. Saat di dunia nyata, laki-laki mendapat posisi dominan. Lalu, manakah yang sesungguhnya benar? 

Hal inilah yang harus menjadi pusat perhatian dan keadilan semua orang. Perempuan dan laki-laki itu harus adil. Sulit bagi salah satunya jika didominasi oleh satu pihak saja. Mungkin akan lebih baik jika keduanya semakin berusaha untuk mengerti lebih baik. Tidak ada salahnya dengan stereotip pekerjaan yang dikaitkan dengan gender mulai berubah. Tidak ada salahnya keduanya ingin menyuarakan ini.  

Ivonni Gozali