Mengulik Keunikan Puisi untuk Meningkatkan Ketertarikan Terhadap Karya Sastra
Mengulik Keunikan Puisi untuk Meningkatkan Ketertarikan Terhadap Karya Sastra
Mengejar Mimpi
Karya: Mohammad Sya’roni
Bilamana mentari bangun pagi
Ku telah berlari memulai hari
Mentari tersenyum menyemangati
Diiringi syahdunya merpati bernyanyi
Walau kerikil tajam ku temui
Walau angin pagi menusuk ulang ini
Walau hujan memandikan diri ini
Walau ransel membebani raga ini
Namun, tak menyerah diri ini
Semakin kilat lari ini
Tuk menuju sekolah yang menanti
Tempatku menuntut ilmu tuk nanti
Walau kadang tak paham ilmu ini
Ku tanyakan pada guru tiap hari
Walau tugas menumpuk tanpa henti
Tak kenal lelah ku kerjakan semua ini
Ku takkan menyerah mengejar mimpi
Walau badai kehidupan melempar diri ini
Ke lautan putus asa dan malas diri
Namun, ku bangkit lagi mengejar mimpi
Dengan doa dan usaha ku kejar mimpi
Dan tawakal pada sang illahi
Ku jadikan pelecut tuk mengejar mimpi
Demi masa depan yang syahdu nanti
Berikut di atas merupakan salah satu contoh puisi bertema pendidikan. Puisi sendiri merupakan sebuah karya sastra yang cukup marak diminati oleh banyak sastrawan. Sudah banyak sekali sastrawan Indonesia yang puisinya menjadi terkenal di kancah internasional, salah satunya ialah Chairil Anwar. Prestasi yang diraih beliau melalui puisi – puisinya menjadikan tanggal 28 April sebagai Hari Puisi Nasional untuk mengenang hari wafatnya.
Namun, jika diintegrasikan dengan saat ini, peringatan Hari Puisi Nasional lebih ditujukan untuk menghargai dan merayakan puisi sebagai sarana untuk menyampaikan ide, perasaan, pengalaman, dan imajinasi dalam bahasa yang indah dan kreatif. Selain itu, dengan adanya peringatan ini, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami dan mengapresiasi puisi sebagai bagian penting dari warisan budaya dan sastra nasional. Dengan demikian, dapat menggugah minat masyarakat untuk membaca, menulis, dan menghargai puisi sebagai bentuk seni yang bernilai.
Dalam bidang pendidikan sendiri, puisi merupakan salah satu materi Bahasa Indonesia yang terus menerus dicantumkan dari tingkat sekolah dasar hingga tingkat sekolah menengah atas. Hal tersebut dikarenakan, dengan mengetahui dan mempelajari tentang puisi, siswa–siswa diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berbahasa yang mereka miliki. Belajar mengenai puisi dapat membantu meningkatkan keterampilan berbahasa kita, termasuk memperluas kosakata, meningkatkan pemahaman tentang struktur, dan gaya bahasa.
Untuk mengajarkan puisi sendiri, banyak sekali cara yang dapat dilakukan agar siswa–siswa dapat tertarik untuk mempelajarinya. Dimulai dengan memilih puisi yang sesuai dengan jenjang pendidikan lalu disusul dengan adanya demonstrasi pembacaan puisi yang menarik. Bacakan puisi dengan intonasi yang hidup, gunakan suara, nada, dan ekspresi wajah yang sesuai untuk memerankan karakter dalam puisi. Hal ini akan membantu anak-anak lebih tertarik dan terlibat dalam proses belajar puisi. Tidak hanya itu, puisi sendiri juga dapat diajarkan dengan menarik minat literasi siswa dalam membaca karya sastra.
Jika kita mengalihkan pandangan terhadap generasi Alpha yang kian canggih dalam menggunakan teknologi, puisi sendiri sudah kehilangan jati dirinya sebagai wadah untuk mengungkapkan perasaan melalui sastra. Banyak miskonsepsi yang terjadi dalam pembelajaran puisi. Dimana, puisi dipelajari berdasarkan teori, membaca saja, dan tidak mengundang orang memaknainya. Seharusnya puisi dapat memanusiakan diri kita dengan mengungkapkan perasaan kita menjadi sebuah kata demi kata yang disusun menjadi bermakna dan memiliki ekspresi akan hidup ini. Oleh karena itu, dengan kemampuan menggunakan teknologi yang dimiliki oleh gen A, kita dapat memanfaatkan teknologi yang ada untuk melestarikan puisi tersebut. Sebagai contoh, teknologi AI yang dapat menghasilkan puisi – puisi inspiratif bagi kita. Namun, apakah benar AI bisa secanggih itu menjangkau hati manusia?
Jika kita melihat lagi kepada tujuan utama puisi, teknologi AI merupakan suatu wadah yang kurang tepat untuk mempelajari puisi. Ungkapan perasaan yang dibuat oleh teknologi AI akan memiliki cita rasa yang berbeda dengan yang dibuat oleh manusia (sastrawan). Hal tersebut dikarenakan AI merupakan sebuah robot yang tidak memiliki perasaan. Teknologi canggih tersebut tidak dapat mengajarkan kepada siswa maupun masyarakat tentang bagaimana mengungkapkan perasaan melalui karya sastra puisi dan memaknai puisi sebagai karya yang berjiwa.
Meningkatkan daya tarik siswa terhadap puisi tidaklah mudah. Apalagi didukung oleh situasi zaman sekarang dimana mayoritas masyarakat terutama kalangan remaja, merasa bahwa puisi merupakan suatu hal yang norak dan lawas. Kita dapat mengatasi pandangan tersebut dengan menunjukan sastrawan berprestasi yang ada pada masa kini. Sebagai contoh, Gratiagusti Chananya Rompas, yang dikenal dengan nama pena Gina S. Noer. Beliau adalah seorang penulis, penyair, dan jurnalis muda masa kini yang telah meraih penghargaan dalam dunia sastra Indonesia. Karyanya sering mengangkat tema-tema feminisme, gender, dan identitas dalam puisi-puisinya yang penuh dengan kekuatan dan keberanian. Hasil karya sastranya juga seringkali dijadikan sebuah film yang juga meraih beberapa penghargaan di bidang perfilman. Gina dapat dijadikan role model untuk memotivasi para siswa agar tertarik pada bidang sastra.
Puisi adalah bentuk seni yang memungkinkan untuk mengungkapkan perasaan, pengalaman, dan pemikiran mereka dengan cara yang kreatif dan unik. Puisi memberikan wadah untuk mengekspresikan diri secara bebas, bahkan dalam bahasa atau gaya yang tidak mungkin dalam bentuk lain. Puisi juga dapat membantu meningkatkan pemahaman terhadap perasaan, pemikiran, dan pengalaman manusia. Puisi sering kali menggambarkan emosi, pandangan dunia, dan realitas kehidupan dalam cara yang mendalam dan bermakna, sehingga dapat memperdalam pemahaman tentang diri sendiri dan orang lain. Oleh karena itu, janganlah berpikir bahwa puisi merupakan suatu hal yang lebay atau berlebihan karena Puisi merupakan bentuk sebuah karya seni sastra yang dapat membawa keberagaman manfaat bagi penulis maupun pembaca, baik secara emosional, intelektual, maupun kreatif.