TUGAS RUMAH (PR) DALAM PENDIDIKAN INDONESIA

Saat ini Indonesia sedang memikirkan cara untuk menghapuskan adanya pekerjaan rumah atau yang sering kita dengar dengan pr atau homework yang dianggap membebankan siswa. Adanya pr justru membuat siswa merasa keberatan dan malas untuk belajar. Waktu senggang yang mungkin bisa siswa lakukan untuk membaca atau mengulang materi  pembelajaran malah habis terpakai untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang sangat banyak. Beberapa daerah di Indonesia sudah menetapkan kebijakan untuk menetapkan adanya penghapusan pekerjaan rumah seperti di kota Purwakarta, Jawa Barat.

Melihat dari Negara yang dinobatkan sebagai Negara dengan pendidikan terbaik di dunia yaitu Finlandia, disana mereka tidak memberikan pekerjaan rumah bagi siswanya. Semua pembelajaran dilakukan di sekolah hingga tuntas, hal ini dipercaya efekif bagi pembelajaran siswa. Di Finlandia tidak memberikan pr karena mereka ingin memberikan waktu bagi siswanya untuk relax, mengistirahatkan otaknya karena otak manusia juga membutuhkan waktu untuk beristirahat. Namun kita tidak dapat menerapkan sistem ini 100% pada Indonesia, karena pastinya ada perbedaan antara siswa di Finlandia dan di Indonesia dalam hal pemberian PR.

Sebenarnya tujuan utama pekerjaan rumah ialah agar siswa belajar di rumah karena jika tidak ada pekerjaan  rumah siswa pasti akan malas untuk belajar. Terutama siswa di Indonesia yang memiliki minat membaca yang sangat jauh dibawah negara-negara lain seperti Finlandia, Norwegia, Jepang, Denmark, dll. Indonesia menempati urutan ke 60 dari 61 negara, sungguh menyedihkan. Siswa di Indonesia akan belajar hanya jika sedang ada ujian saja, mereka belajar malam atau sehari sebelum ujian yang biasa kita sebut dengan sistem kebut semalam. Berbeda dengan Negara-negara lain yang sebagian besar orangnya menggunakan waktu kosong mereka untuk membaca.

Tentunya guru tidak menginginkan hal tersebut terjadi, namun yang menjadi masalah ialah ketika tugas yang diberikan berjumlah banyak atau dianggap sulit untuk siswa. Kedua masalah tersebut akan membuat efisiensi pekerjaan rumah menjadi tidak baik. Jika tugas yang diberikan dalam jumlah banyak siswa akan mengerjakannya dengan bermalas-malasan karena itu akan menyita waktu bermain mereka atau yang lebih parahnya jika tugas yang banyak itu sampai menyita waktu tidur malam mereka. Jika tugas yang diberikan terlalu sulit akan menimbulkan siswa putus asa sehingga siswa tersebut mencontek jawaban milik temannya.

Di Indonesia siswa sudah belajar kurang lebih selama 6 jam di sekolah, seharusnya pembelajaran diselesaikan disekolah. Guru harus pandai-pandai menyusun strategi agar semua pembelajaran bisa terselesaikan di sekolah. Karena waktu mereka dirumah biasanya mereka gunakan untuk beragam aktivitas seperti kursus pelajaran, kursus musik, mengaji atau mengikuti perkumpulan rohani, dll. Jika kita memberikan mereka pekerjaan rumah lagi maka akan mengurangi waktu mereka untuk bermain. Padahal usia SD mereka masih membutuhkan waktu untuk bermain.

Jean Piaget mengemukakan teori cognitive-developmental yang mengungkapkan bahwa bermain mampu mengaktifkan otak anak, mengintegrasikan fungsi belahan otak kanan dan kiri secara seimbang dan membentuk struktur syaraf, serta mengembangkan syaraf pemahaman yang berguna untuk masa dating. Dengan otak yang aktif maka itulah kondisi yang sangat baik untuk menerima pengalaman.

Jadi disini dapat kita lihat pentingnya waktu anak untuk bermain dalam hal melakukan releksasi setelah belajar di sekolah yang cukup lama. Kurikulum yang sudah ada saat ini mungkin dapat diperbaiki rancangannya sehingga, jika kita ingin memberikan pekerjaan rumah untuk siswa mungkin kita bisa memberikannya dalam jumlah yang sedikit yang bertujuan hanya untuk mereview siswa akan hal yang dipelajari disekolah atau mungkin kita bisa memberikan tugas mereka untuk mencari informasi mengenai suatu hal dengan membaca artikel atau buku. Dengan tugas-tugas yang tidak memberatkan akan membantu siswa untuk mengerjakannya dengan suka hati dan tidak mencontek jawaban temannya. Jika siswa dalam belajar ia merasa malas atau bahkan mengerjakan dengan mencontek milik orang lain maka ini menunjukan bahwa tujuan kurikulum itu sendiri tidak tercapai.

 

 

Referensi :

https://marthachristianti.wordpress.com/2008/03/11/anak-bermain/

http://edukasi.kompas.com/read/2016/08/29/07175131/minat.baca.indonesia.ada.di.urutan.ke-60.dunia

Gambar:

https://www.google.com/search?q=tugas+rumah&espv=2&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwihuN2a593SAhUCTI8KHQkgBv4Q_AUIBigB&biw=1366&bih=662#tbm=isch&q=home+work&*&imgdii=y0KdPg3NE0dJ9M:&imgrc=g0RbOd3XCmcOzM:

https://www.google.com/search?q=tugas+rumah&espv=2&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwihuN2a593SAhUCTI8KHQkgBv4Q_AUIBigB&biw=1366&bih=662#tbm=isch&q=home+work&*&imgrc=4apLoIC9LkMF9M:

 

Jessica Jayanthi