Upacara Tradisi Ruwatan
Tradisi Ruwatan merupakan salah satu upacara atau penyucian yang sampai saat ini masih dilestarikan oleh masyarakat Demak, Jawa Tengah. Tradisi ini diberlakukan dengan tujuan melestarikan ajaran dari Kanjeng Sunan Kalijaga dan digunakan untuk orang yang Nandang Sukerta atau derada dalam dosa. Meruwat bisa berarti mengatasi atau menghindari suatu kesulitan batin dengan cara mengadakan pertunjukkan atau ritual. Umumnya ritual tersebut menggunakan media Wayang Kulit yang bertemakan atau menceritakan tentang Murwakala. Istilah Ruwat berasal dari istilah Ngaruati yang memiliki arti menjaga kesialan Dewa Batara.
Upacara Ruwatan biasanya dilakukan oleh orang Jawa ketika mereka sedang mengalami kesialan di dalam hidup. Misalnya seperti anak mereka sedang jatuh sakit, anak tunggal yang tidak memiliki saudara kandung seperti kakak ataupun adik, terkenal sial, jauh jodoh, susah mencari jalan kehidupan, dan lain sebagainya.
Tradisi ruwatan biasanya digelar bertepatan dengan tahun baru Jawa tanggal 1 Suro. Ritual ini sendiri memiliki tujuan sebagai sarana pembebasan atau penyucian manusia atas dosa dan kesalahannya yang berdampak kesialan didalam hidupnya. Selain itu, ritual ini digelar untuk melestarikan kebudayaan Jawa kuno yang bertujuan mencari kesejahteraan hidup.
Ritual ini seringkali dianggap dekat dengan hal-hal yang berbau mistis dimana mengingatkan kita pada kepercayaan animisme yang dianut para nenek moyang kita dahulu. Ini terlihat dari sajian sesajen yang terlihat setiap ritual ruwatan digelar. Sesajen ini terdiri dari buah-buahan, sayuran, dan bahkan hewan seperti ayam yang dijadikan sesajen.
Tradisi ruwatan dilaksanakan dengan serangkaian ritual upacara seperti, doa bersama, sungkeman anak kepada orang tua nya, jamasan (mandi jamas dengan air londho merang). Selain serangkaian upacara, dalam ritual ruwatan para peserta ruwatan juga menyaksikan bersama pertunjukan wayang kulit yang dimainkan seorang dalang.