Tumpeng dan Tradisi Syukuran Masyarakat Indonesia

Source: food.detik.com

Indonesia merupakan negara yang kaya akan tradisi dan budaya. Meskipun di tengah keberagaman yang ada, setidaknya ada salah satu aspek atau hal yang dapat menyatukan perbedaan tersebut. Salah satu hal yang sudah cukup lama menjadi penyatu keberagaman di Indonesia adalah nasi tumpeng. Nasi tumpeng merupakan sekumpulan lauk yang disajikan bersama gunungan nasi dan sering dijumpai pada banyak acara syukuran seperti pembukaan suatu usaha, ulang tahun, perayaan syukuran dengan berbagai tujuan, dan beberapa hari besar keagamaan. Selama ini, tumpeng yang kita kenal merupakan gunungan nasi sesuai tema acara dan lauk pauk yang disusun di atas sebuah nampan atau pun tempat datar yang dapat diletakkan nasi dan lauk pauk ini. Akan tetapi, tahukah kalian bahwa nasi tumpeng tidak hanya simbol ucapan syukur pada suatu acara?

Dikisahkan dalam suatu kitab bernama Kitab Tantupanggelaran dari zaman Majapahit, pada suatu waktu Pulau Jawa terguncang hebat. Batara Guru dalam konsep Hindu menugaskan membawa Puncak Mahameru India untuk menstabilkan Pulau Jawa dan menghasilkan Gunung Semeru di Jawa Timur. Melalui cerita ini, ditariklah konsep bahwa manusia memahami konsep ketuhanan sebagai sesuatu yang besar dan tinggi serta berada di puncak. Oleh sebab itu, manusia percaya bahwa para dewa bersemayam di Puncak Mahameru. Konsep ini pula lah yang kemudian disimbolkan oleh nasi tumpeng yang menjadi representasi dari puncak gunung atau konsep ketuhanan. Itulah makna dari bentuk nasi tumpeng yang mengerucut dan menjulang tinggi secara vertikal. Selain dari kisah dalam Kitab Tantu Panggelaran, secara etimologi dalam masyarakat Jawa kata tumpeng merupakan akronim dari ‘yen meTU kudu meMPENG’ yang berarti ketika keluar harus sungguh-sungguh semangat. Kalimat ini juga dapat diartikan bahwa ketika manusia terlahir ke dunia, ia diharapkan dapat menjalankan kehidupannya di jalan Tuhan dengan baik, semangat, dan tidak mudah putus asa. Pun juga selalu dapat mengandalkan Tuhan dalam setiap langkah kehidupan yang diambil.

Selain nasi tumpeng, lauk-pauk dari pelengkap tumpeng juga memiliki makna filosofis tersendiri. Dua hal menarik dari lauk-pauk tumpeng ialah peletakannya yang horizontal dan macam ragamnya. Peletakan secara horizontal ini melambangkan hubungan manusia dengan sesamanya, sementara lauk yang beragam melambangkan dunia yang kompleks. Filosofi lauk pauk tumpeng ini selaras dengan ungkapan dalam bahasa Jawa yang bunyinya sangkan paraning dumadi yang berarti tahu dari mana dan akan kemana segala makhluk. Kemudian dilanjutkan dengan mulih ing mulanira yang berarti kembali ke asalnya. Jumlah lauk dalam nasi tumpeng biasanya tujuh buah, yang dalam bahasa Jawa adalah pitu yang bisa diartikan juga sebagai pitulungan (pertolongan).

Setelah memahami arti di balik nasi tumpeng itu sendiri, kita menjadi semakin tahu mengapa tumpeng menjadi salah satu komponen penting dalam sebuah perayaan syukur. Tumpeng menjadi simbol yang menghubungkan antara manusia dan Tuhan. Akan tetapi, jika diperhatikan lebih saksama, masyarakat Indonesia masih sering salah untuk memperlakukan tumpeng. Sering kali, yang dilakukan pada sebuah acara jika terdapat tumpeng adalah memotong ujungnya. Pada faktanya, cara ini malah diartikan sebagai memotong hubungan atau jalan manusia menuju Tuhan. Cara yang lebih benar untuk syukuran menggunakan tumpeng ialah dengan mengeduk sedikit demi sedikit bagian badan tumpeng, dari bawah ke atas. Dengan cara ini, simbol yang muncul adalah manusia di dunia sedikit demi sedikit meraih hal-hal yang lebih baik dengan bantuan Tuhan. 

Bagaimana menurut kalian, menarik bukan filosofi dari tumpeng ini?

 

Penulis: Nayla Dian Farisha – 2602064235

Referensi :

Mengungkap Filosofi Jenis Lauk di Nasi Tumpeng (investor.id)

Mengenal Filosofi Tumpeng, Lengkap Beserta Sejarah dan Resepnya – Food Fimela.com