Wagasa, Payung Tradisional Jepang dengan Keindahan yang Presisi

Payung merupakan benda yang sangat dibutuhkan ketika hujan melanda. Di saat hampir semua negara lain memiliki bentuk payung yang sama, Jepang memilikinya dengan bentuk lingkaran sempurna. Karena bentuknya yang presisi dan didukung dengan keakuratan geometrisnya, payung tradisional Jepang ini telah dinilai memiliki tingkat seni yang sangat tinggi. 

Wagasa「和傘」merupakan payung tradisional Jepang yang terbuat dari bambu, tanaman egonoki, pernis Jepang (Urushi) dan kertas Jepang (Washi). Pengolesan minyak sayur pada kertas washi juga dibutuhkan agar tahan air. Meski terbuat dari bahan-bahan alami dan sering dijadikan dekorasi, Wagasa masih bisa berfungsi seperti payung pada umumnya, misalnya sebagai perlindungan dari panas matahari, air hujan, dan salju. 

 

Sejarah Wagasa

Wagasa pertama kali muncul di Jepang sekitar tahun 1550. Desain dari Wagasa didasari oleh payung “Tengai” yang sudah ada di Tiongkok sejak akhir abad ke-5. Namun, tidak seperti Wagasa, Tengai tidak bisa dibuka dan ditutup. Pada awal kemunculan Wagasa, payung ini merupakan barang mewah. Selama periode Edo, Wagasa menjadi barang yang mudah diakses untuk semua orang. Bahkan, bukan hanya untuk berlindung dari panas matahari dan hujan seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, tetapi bisa juga sebagai gaya aksesoris. Banyak ukiyo-e menggambarkan para wanita berpakaian kimono dan memakai Wagasa dengan motif yang disesuaikan. Hal ini menjadi bukti bahwa Wagasa telah mengiringi kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang sejak zaman dulu sebagai kebutuhan hidup dan sumber kegiatan budaya.

Karena saking terkenalnya budaya ini, Wagasa memiliki urban legend-nya sendiri loh! Tsukumogami adalah semacam roh dari Jepang yang konon muncul dari suatu benda setelah 100 tahun, seketika membuat benda itu menjadi hidup. Roh dari Wagasa disebut Hantu Wagasa (唐傘お化け, karakasa obake) yaitu seekor monster yang tampak seperti Wagasa yang terlipat, dengan satu mata dan satu kaki, memakai sebuah geta. 

Penggunaan Wagasa terus menurun dari waktu ke waktu dikarenakan masuknya payung ala barat selama periode Meiji. Payung ala barat lebih diminati karena resistensinya yang lebih tinggi dan biayanya murah. Ada beberapa tempat kerajinan yang masih memproduksi Wagasa, seperti di Gifu, Kyoto, Ishikawa, Tottori dan Tokushima. Di masa kini, Wagasa masih digunakan dalam berbagai kegiatan tradisional, misalnya pada upacara-upacara tradisional (upacara minum teh, upacara pernikahan, upacara pemakaman), teater kabuki, dan festival Jepang lainnya. Warna dari Wagasa disesuaikan dengan penggunanya. Geisha cenderung menggunakan Wagasa ungu, sementara para aktor menggunakan Wagasa hitam atau coklat. Selama upacara minum teh dan pernikahan, Wagasa yang digunakan adalah warna merah, sedangkan pada pemakaman berwarna putih. 

Terlihat seperti bunga ketika ditutup

Bagian atas Wagasa

 

Bagi yang sedang jalan-jalan ke Jepang dan ingin membeli souvenir, Wagasa merupakan pilihan yang tepat. Harga dari sebuah Wagasa tidak ditentukan dari desain, melainkan tergantung dari bahan material yang digunakan. Harganya berkisar antara 10.000 yen hingga 100.00 yen! Konon katanya, suara air hujan yang jatuh pada Wagasa lebih elegan daripada payung model barat. Apakah anda tertarik untuk mencoba Wagasa ?

Sheriany Chandra – 2440007730

Referensi :