Tradisi Unik : Ama

Jepang terkenal sebagai negara yang penuh dengan budaya yang kaya dan unik. Tidak dapat dipungkiri dalam zaman modernisasi ini, banyak budaya Jepang yang hilang dan terlupakan. Namun, salah satu budaya kuno yang masih dijaga sampai saat ini adalah budaya Ama. Ama adalah tradisi menyelam yang dilakukan oleh perempuan Jepang untuk menangkap hewan laut tanpa bantuan alat menyelam. Bahkan, penyelam tradisonal Ama menyelam hanya menggunakan Fundoshi (cawat), Tenugi (bandana) dan kacamata renang. Dalam bahasa Indonesia, Ama (海女) berarti “wanita laut”.

Pada zaman dahulu tidak ada banyak pilihan pekerjaan untuk perempuan. Sehingga pekerjaan mencari hasil laut untuk dijual banyak diminati perempuan Jepang yang tinggal di wilayah tepi pantai. Ama menyelam untuk mencari hewan laut seperti abalone, tiram, mutiara, rumput laut dan lain-lain. Hasil laut yang ditangkap berbeda-beda tergantung pada musim saat itu. Ama memiliki kemampuan menyelam yang baik dengan memanfaatkan teknik khusus yang memungkinkan mereka turun ke laut hingga kedalaman 30 meter dan menahan nafas selama dua menit di dalam laut. Teknik ini dilakukan oleh Ama saat mereka kembali ke permukaan. Mereka akan menghela napas sebentar, dan membuat siulan kecil yang disebut Isobue. Teknik bersiul inilah yang diwariskan turun-temurun yang bisa membantu pernapasan para Ama. Karena tradisi ini dilakukan selama puluhan tahun, tubuh Ama dan keturunannya berevolusi. Mereka memiliki kapasitas paru-paru yang lebih besar dibandingkan orang biasa.

Orang Jepang percaya bahwa wanita lebih cocok untuk karir unik ini, karena wanita mempunyai lapisan lemak yang lebih banyak ditubuhnya yang memungkinkan mereka dapat bertahan dalam periode yang lama di dalam laut yang dingin. Selain itu, wanita juga mempunyai sifat mandiri, sehingga mereka lebih cocok untuk profesi ini. Ama bekerja hingga empat jam sehari. Kebanyakan Ama akan memulai pelatihan menyelam sejak umur 12 tahun dengan keluarganya. Bahkan rata-rata para akan Ama terus bekerja sampai mereka berumur 80 tahun.

Setelah Perang Dunia II, ketika industri pariwisata di Jepang mulai berkembang, turis mulai mempertanyakan ketelanjangan para Ama. Akhirnya, Ama mulai menganti kostum mereka dengan pakaian selam tradisional berwarna putih. Hal ini juga didukung oleh peraturan kesehatan dan keselamatan yang berperan dalam pengenalan peralatan yang lebih maju untuk para Ama. Wilayah yang terkenal mempertahankan tradisi Ama saat ini adalah di Kota Toba, Mie, Jepang. Pada saat ini, perempuan Jepang punya lebih banyak pilihan pekerjaan. Oleh karena itu jumlah Ama menurun. Di masa setelah Perang Dunia II, Ama berjumlah sekitar 20.000 orang. Namun di tahun 2017 jumlahnya hanya sekitar 2.000 orang.

 

Referensi :

https://www.forbes.com/sites/priyashukla/2019/03/08/meet-the-female-pearl-divers-of-japan-the-ama/#5b78bb0e3338

 

Nama   : Delevin Natasha

NIM    : 2301850531