Chindonya

Zaman yang sudah modern ini mempermudah serta mempercepat informasi yang diterima masyarakat luas baik itu melalui media sosial maupun media cetak. Informasi yang diterima tidak hanya berasal dari dalam negeri saja namun juga dari luar negeri. Mempromosikan produk yang dijual juga tentu menjadi lebih mudah. Melalui media sosial, produk yang dipromosikan dapat dilihat oleh ribuan bahkan jutaan masyarakat dalam hitungan detik. Akan tetapi, apakah kalian mengetahui media atau cara lain untuk mempromosikan suatu produk maupun toko yang baru saja beroperasi agar dapat menarik perhatian masyarakat luas?

Di Jepang terdapat yang namanya Chindonya (チンドン屋). Nama Chindonya ini sendiri berasal dari onomatopoeia kuno yang menginterpretasikan suara sho sebagai “Chin” dan suara taiko sebagai “Don”. Sedangkan, kata “Ya” merupakan sebuah sufiks yang sama dengan “-er” dalam bahasa Inggris. Chindonya adalah sekelompok musisi jalanan tradisional Jepang yang mengiklakan produk kepada masyarakat luas. Biasanya akan ada tiga hingga lima musisi yang tampil menggunakan berbagai macam kostum serta menggunakan poster iklan di punggunnya atau digantungkan pada alat musik yang dimainkan. Kostum yang mereka pakai pun tidak hanya sebatas kostum tradisional Jepang, kostum badut maupun kostum santa pun mereka pakai. Mereka akan menyesuaikan kostum yang mereka pakai dengan perayaan yang dilaksanakan ataupun tema yang ingin mereka tampilkan. Para pemusik Chindonya ini kemudian akan melakukan parade di sepanjang jalanan kota dengan menampilkan lagu tradisional serta tarian. Beberapa dari mereka juga akan membagikan brosur kepada masyarakat yang mereka temui.

 

Sebelum chindonya muncul, mereka dikenal sebagai “Tozaiya” dimana sekumpulan laki-laki berjalan mengelilingi kota untuk memperkenalkan produk permennya dengan mengetuk anak genta secara bersamaan sambil mengatakan “To—zai! to—zai!”. Pada pertengahan abad 19, Tozaiya menjadi populer dikalangan masyarakat. Tozaiya kemudian memulai bisnisnya dengan menerima pesanan dari para klien di seluruh bagian negara untuk mempromosikan produk yang mereka jual. Terdapat sekitar 30 hingga 60 pemusik Tozaiya, mereka tampil dengan berbagai macam instrumen musik seperti shamisen, seruling buluh, serta taiko.

 

Akan tetapi, pada abad 20 kepopuleran Tozaiya menurun drastis. Media cetak seperti koran mulai diproduksi secara massal, perusahaan besar pun menggunakan koran sebagai media untuk mengiklankan produk yang dijual. Tozaiya yang awalnya beroperasi dalam skala besar berubah menjadi skala yang kecil. Walaupun kepopulerannya menurun, permintaan klien dari toko-toko kecil masih banyak. Sekitar tahun 1920 Chindonya pun muncul dan pada tahun 1930 “Tozaiya” berevolusi secara sepenuhnya menjadi “Chindonya”. Alat musik seperti sho, wadaiko, dan kodaiko yang sebelumnya dimainkan oleh tiga pemusik yang berbeda kemudian dimainkan oleh satu pemusik. Ketiga alat musik tersebut dimodifikasi pada bingkai kayu yang dapat diletakkan pada bahu seorang pemusik. Skala Chindonya yang lebih kecil ini mempermudah para pemain musik untuk melewati jalanan yang sempit.

 

Unik dan menarik bukan? Sayangnya, penampilan Chindonya pada zaman yang sudah modern ini menjadi sulit untuk ditemukan. Bila suatu waktu kalian mengunjungi Jepang dan menemui sekelompok Chindonya ini, jangan lupa untuk merekam penampilan mereka sebagai kenang-kenangan.

 

Delyanisa Anwar

2201786111

 

Sumber :

https://medium.com/ignition-int/chindonya-japan-s-distinctive-street-advertising-bba019f1036f

https://www.japantimes.co.jp/news/2012/07/17/reference/chindonya/#.XavK–gzbDd

https://pop-japan.com/culture/chindonya-traditional-japanese-advertising/

https://www.sg.emb-japan.go.jp/JCC/invite_SIFA_Chindonya.html