Upacara Minum Teh Di Jepang

Tradisi sadou di Jepang memiliki sejarah yang panjang dan merupakan kebudayaan yang berasal dari China dan dibawa ke Jepang oleh biksu agama Budha, sehingga ritual tradisional ini banyak mendapat pengaruh dari ajaran agama Budha aliran Zen. Kebudayaan tradisional ini disempurnakan oleh Zen no Rikyu seqkitar abad ke 16 (1522-1591), yaitu selama masa perang sipil(sengokujidai).

Pada masa perang sipil ini, hadirnya kebiasaan minum teh justru menjadi sesuatu yang diperlukan karena menikmati teh dengan tenang bagi para prajurit yang hampir setiap harinya hidup di medan pertempuran menjadi saat bagi mereka untuk menenangkan pikiran.

Sejak saat itu, sadou menjadi salah satu contoh etika bangsa Jepang. Sadou yang merupakan ritual tradisional mengandung ajaran, di antaranya tentang displin mental untuk mengejar atau mendapatkan wabi, yaitu keadaan pikiran yang tenang dan puas, dengan kesederhanaan yang mendalam, di samping juga pada saat yang sama melakukan ritual tradisional ini menjadi suatu pertunjukan yang mana bentuk dan rahmat adalah yang terpenting.

Namun demikian, disiplin adalah tujuan bagi setiap orang yang mempraktekkan upacara minum teh, dan bukan bertujuan untuk penampilan diri. Semangat wabi sendiri dicontohkan salah satunya melalui bentuk ruang untuk upacara minum teh atau chashitsu yang biasanya memiliki luas sebesar tiga meter persegi atau 4,5 luas tatami (tikar tenunan dari jerami) serta didekorasi dengan sangat sederhana.

Upacara minum teh telah membentuk satu sistem budaya (bunkataikei) dengan menyerap segala sesuatu, setiap aspek budaya (Jepang). Ada tiga sekolah utama upacara minum teh yang disebut Sansenke. Nama ini berasal dari Sen no Rikyu yang merupakan kakek buyut dari para pendiri dari tiga sekolah utama. Disebut sebagai sekolah utama karena garis darah menghubungkan mereka ke grand master upacara minum teh Sen no Rikyu. Ketiga sekolah keluarga Sen menerapkan “Sen” dalam nama sekolah mereka, yaitu urasenke, omotesenke, dan musanookojisenke.

Alat-alat yang digunakan selama melakukan ritual tradisi ini, di antaranya :

hishaku (centong air), okama (gentong air), chawan (mangkuk teh), chasaku (sendok teh), natsume (wadah bubuk teh), chasen (pengaduk teh), matcha (bubuk teh hijau), dan sebagainya.

Penggunaan alat-alat tersebut juga diatursedemikian rupa dengan urutan yang tepat dan gerakan yang sudah ditentukan.Tidak hanya teishu, bagi o-kyaku diundang dalam ritual sadou, berbagai aturan,

seperti cara berjalan, cara memegang sumpit dan chawan, cara mengambil okashi atau camilan, cara duduk, cara minum dan sebagainya menjadi hal-hal yang harus diperhatikan dan dipelajari dengan baik.

“Semoga bermanfaat minna san”

Nama : Mega Kristiyawati

NIM : 2201824204

 

Sumber :  https://ejournal.undip.ac.id/index.php/endogami/article/download/19233/13414