Gerakan Buruh di Jepang

Penulis: Eric Fernando Johan
NIM : 2001596194

May Day di Jepang pertama kali diadakan pada 2 Mei 1920, yang diikuti oleh puluhan ribu buruh. May Day di Jepang jatuh di masa liburan yang disebut sebagai Golden Week, yaitu rangkaian hari libur yang dimulai dari tanggal 29 April sampai 3-6 Mei. May Day tidak dianggap sebagai hari libur resmi di Jepang, walau di bulan November ada hari penghormatan pekerja  (勤労感謝の日 Kinrō Kansha no Hi) yang memiliki fungsi yang mirip dengan May Day, dan merupakan hari libur nasional.

Awal Gerakan Buruh di Jepang

Sejak akhir abad 19, para pekerja Jepang sudah mulai melancarkan aksi mogok kerja. Tetapi kekuatan para buruh ini tidaklah terlalu kuat, dan sering mendapatkan perlawanan dari penegak hukum negara yang bersifat represif. Serikat pertama buruh di Jepang dibentuk pada 1897 yang bernama Serikat Pekerja Baja (Iron Workers Union). Masuk pada abad ke-20, serikat ini kemudian mengadopsi paham sosialisme, dan mulai menjadi gerakan politik yang membawa agenda anti-perang, walaupun tidak diterima dengan baik oleh para anggotanya.

Di tahun 1918-1945, serikat buruh berkembang pesat, dipengaruhi oleh keberhasilan revolusi uni soviet, dan masuknya anarko-sindikalisme dan Bolshevisme. Pada tahun 1920, serikat buruh sudah mencapai lebih dari 100.000 orang dan Pada tahun 1922, dibentuklah Partai Komunis Jepang, Serikat buruh diwakili oleh nama Sodomei. Untuk menekan perkembangan serikat buruh, perusahaan melakukan intimidasi seperti ketidakpastian kerja, konsultasi pabrik, dan serikat tandingan yang disponsori oleh perusahaan yang jelas mendukung kebijakan perusahaan. Selain itu, Jepang yang sedang dikuasai oleh kekuatan Fasis (Imperialisme Jepang) juga semakin aktif melakukan represi ada gerakan buruh.

Gerakan Buruh Pasca Perang Dunia II

Setelah Perang Dunia, serikat buruh di Jepang mendapat bantuan dari Sekutu, sebagai upaya Sekutu untuk melemahkan pemerintahan dan menyebarkan kekuatan politik. Pada tahun 1946, terdapat lebih dari 500.000 pekerja yang teroganisir setiap bulan dari Januari sampai Mei, sampai di tahun 1949, anggota serikat buruh telah mencapai 56 persen dari seluruh buruh di Jepang. Tahun-tahun berikutnya, buruh di segala sektor berhasil memenangkan tuntutannya seperti 8 jam kerja, reforma agraria, penghapusan pengawasan manajemen di ruang kerja, dan banyak serikat buruh yang berhasil mengambil alih kegiatan produksi. Tetapi salah satu aktivis dari partai komunis, Hiroshi Hasegawa berpendapat bahwa kemenangan ini hanya bersifat sementara, karena tidak dibarengi oleh semangat anti-kapitalisme yang tidak disebarluaskan dengan baik di antara para buruh.

Tepat seperti prediksi Hiroshi, pada tahun 1946, sekutu mengubah sikapnya pada gerakan buruh demi menciptakan kestabilan politik dengan mendukung Parta Liberal dan Partai Progresif di bawah pimpinan Shigeru Yoshida yang bertujuan untuk menekan gerakan buruh. Pada 12 Juni, dibuatlah peraturan yang menghukum para buruh yang mengambil alih kegiatan produksi, yang didukung pemerintah demi “menciptakan ketertiban sosial”. Kebijakan ini berencana untuk membatasi kekuatan buruh dengan melakukan pemecatan massal, dan memberi batasan upah perbulan sebanyak 500 yen. Kebijakan ini disambut oleh demonstrasi dari pihak buruh dan berhasil dimenangkan oleh buruh, dengan menggagalkan pemecatan massal, kenaikan upah bulanan ke atas 1000 yen, kerja 8 jam dan hak untuk melanjutkan aktivitas serikat.

Perubahan dari Serikat Buruh Menjadi Serikat Perusahaan

Setelah demonstrasi yang bergelombang sampai tahun 1947, pemerintah mengganti strategi untuk mengurangi konflik dengan cara membuat serikat yang kooperatif antara para buruh dan perusahaan. Salah satu organisasi yang dibentuk adalah Japan Productivity Center (JPC) dengan tiga prinsip: perluasan pekerjaan, kerja sama antara buruh dan manajemen, dan pembagian hasil kerja yang adil. Tujuan utama organisasi ini adalah meningkatkan produktivitas dengan mengstabilkan hubungan antara manajemen dan buruh. Hal ini membuat beberapa serikat buruh berubah menjadi serikat perusahaan.

Di tahun 1960, perubahan besar sedang terjadi. Sayap kiri sedang kehilangan kekuatannya karena gagal menghentikan pembaharuan perjanjian untuk keberlangsungan markas militer Amerika dan senjata nuklir di Jepang dan kekalahan kaum buruh di Demonstrasi Miike. Serikat Miike merupakan salah satu serikat paling kuat di Jepang saat itu, dan demonstrasi itu berlangsumg selama 282 hari, dengan massa buruh dari serikat lain yang bersolidaritas mencapai 300.000 orang untuk menolak pemecatan anggota serikat dan mempertahankan prosedur keamanan yang dibuat sebelum demonstrasi. Setelah kegagalan demonstrasi ini, statistik menunjukkan jumlah korban meninggal dan cedera yang meningkat di saat kerja di bawah kepemimpinan serikat dibawah perusahaan. Kejadian paling parah terjadi di 1963 dimana 458 jiwa tewas di saat kecelakaan pertambangan terbesar di sejarah pasca perang Jepang.

Krisis minyak pertama di tahun 1973 juga memperlemah gerakan buruh, kesulitan karena krisis minyak ini memperlemah gerakan buruh karena jumlah pekerja tetap semakin berkurang. Sedangkan serikat perusahaan berkonsolidasi untuk membentuk Rengo (Konfederasi Serikat Dagang Jepang) di tahun 1989, yang membuat serikat di bawah perusahaan menjadi dominan. Kemudian muncul juga gerakan Community Union (Serikat Komunitas) yang melakukan desentralisasi serikat dari yang bersifat dibawah perusahaan, menjadi anggota individu yang berbasis komunitas. Untuk mengatasi masalah keanggotaan yang semakin individual, serikat komunitas ini membangun koneksi satu sama lain berupa Community Union National Network (CUNN).

Sampai sekarang, serikat pekerja yang dominan adalah serikat yang berada di bawah perusahaan. Walaupun serikat perusahaan ini membawa kestabilan ekonomi dan memperbaiki kualitas hidup buruh anggotanya, tidak bisa dipungkiri mereka tidaklah memiliki kekuatan yang sama dibanding serikat di tahun 1950-an. Dampak mana lagi yang akan dihasilkan oleh bentuk serikat ini dalam menghadapi krisis ekonomi yang berlanjut, hanya sejarah yang akan memberitahu.

Salam May Day, para buruh!

Sumber:
http://www.crosscurrents.hawaii.edu/content.aspx?lang=eng&site=japan&theme=cal&subtheme=WORKYR&unit=JCAL069
http://www.crosscurrents.hawaii.edu/content.aspx?lang=eng&site=japan&theme=work&subtheme=UNION&unit=JWORK079
http://www.academia.edu/3521173/History_of_Japanese_Labor_Movements