7 Days of Architecture: Day 5
Oleh: Vanes Suryadi (Binusian 2024)
Langit-langit terlihat memudar warnanya, Dova terbangun di atas ranjangnya, dia melihat sekeliling dan bengong sebentar, dia menyadari sesuatu, dia masih menggunakan baju kemarin dia gunakan, dia menggosok kedua matanya dan melihat ke arah meja belajarnya, dia tersentak dan terkejut.
Semalam ketika menulis surel untuk dosennya, Dova tertidur! Yang lebih parah lagi, dia belum sempat mengirim foto dan analisa yang dia sudah buat, Dova seketika lemas dan duduk mematung di atas ranjang miliknya, dia telah gagal, sekali.
Tapi apa pun yang terjadi, dia tetap mengirimkan surel yang tertinggal itu, walau dia tau dosennya tidak akan senang dengan hal ini, akhirnya dia melengkapi analisa yang ia telah buat.
“Kesimpulan dari Twins House, anggaran yang sedikit hanya masalah di ujung mata, twins house membuktikan bahwa anggaran yang sedikit pun dapat membuat rumah yang sehat, dan juga berfungsi dengan baik dan cukup untuk menampung keluarga kecil yang siap untuk menanti rumah mereka tumbuh, menjadi rumah yang cantik dan juga menjadi panggung untuk sebuah keluarga kecil, tumbuh menjadi keluarga besar. Dova Sentari 24xxxxxxxx.” Email itu dikirim ke dosen Dova pada pukul 08.42.
Setelah mengirim surel itu, Dova termenung, dia sudah gagal sekali, yang berarti 2 bangunan terakhir yang dia abadikan haruslah sempurna dan tidak boleh terlambat lagi.
_________________________________________________________________________________________________
Stasiun Tebet, Tebet, Jakarta Selatan
Dova duduk sendiri di peron, hari ini katanya Sika tidak dapat ikut, dia ada keperluan, dan tidak bisa hadir hari ini, jadi Dova akan pergi sendiri menuju ke rumah yang keempat.
Ketika Dova masih termenung sendiri, seseorang datang dengan menempelkan botol mineral dingin ke pipinya.
Dova tersentak, dia menoleh ke atas dengan mata terpicing karena sinar matahari yang berada persisi di sebelah kepala orang itu.
“Haus gak?” Siluet hitam yang dilihat Dova dari kursinya itu sangat tidak asing.
“Siapa ini?” Dova menggantungkan tangannya di depan keningnya, sedangkan tangan lainnya memegang botol yang masih menyentuh pipinya yang berpeluh.
Kepala orang itu bergerak ke kanan, menutupi matahari, Dova akhirnya tau siapa orang di balik sinar itu.
“Hehe.” Sika tertawa, Dova hanya mematung sejenak, melihat Wanita itu yang datang entah dari mana membawa 2 botol mineral.
“Lu katanya ada urusan?” Dova dengan angkuh bertanya.
“Gak jadi, ditunda jadi hari minggu nanti.” Sika memutar badan.
Dova meminum air mineral yang dibawakan Sika, pagi ini terik sekali, membuat peluh membasahi tubuh tanpa henti.
“Hari ini mau ke mana jadinya? Sika membalikkan badannya lagi ke arah Dova yang sedang duduk.
“Sebenarnya gue gatau, semalem gue ketiduran, gak sempet nyari rumah di archdaily.” Dova termenung, tangannya berpangku di atas pahanya untuk menopang dagunya.
“Hmmmm, kayaknya gue tau kta harus ke mana.” Sika tersenyum lebar, diikuti dengan kereta yang lewat di balik tubuhnya, menciptakan angin sepoi dan juga menjadi penghlanag matahari.
“Ke mana?” Dova bertanya dengan suara gak keras.
“Ada, lu ikut gue aja!” Sika juga mengeluarkan suara keras, kereta di belakangnya berdecit keras, membuat saentaro stasiun bising.
_________________________________________________________________________________________________
Kisaku Coffee Shop, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
“Wah!!” Dova tercengang, dia mendapati dirinya di depan sebuah coffee shop yang sangat modern.
“Ini tempat biasa gue nongkrong ama temen kalo abis kuliah.” Sika menunjuk coffee shop itu, coffee shop Kisaku ini terlihat seperti rumah biasa dari depan. Dari depan dapat dilihat tempat barista untuk menyiapkan kopi dan pintu kayu berkaca di tengah bangunan.
“Yuk masuk.” Sika berjalan masuk dan membuka pintu coffee shop itu.
Di dalam coffee shop ini jauh lebih menarik lagi. Ketika masuk, Dova dan Sika disambut dengan counter tempat barista, kemudian ketika mereka menelusuri lebih dalam, terdapat area besar di mana pelanggan dapat duduk dan menikmati kopi mereka, di tengah ruangan itu terdapat sofa besar yang memutar berbentuk persegi Panjang dengan dekorasi di bagian tengahnya, tidak lupa dengan beberapa tempat duduk di sisi kiri dan kanannya.
Restoran ini memiliki kesan kayu dan cat putih, terlihat seperti restoran atau bahkan rumah Jepang maka dari itu, Kesan jepang dari restoran ini sangat berasa, itu juga didukung dengan Namanya yang ala-ala Jepang. Setelah mencari tempat duduk Dova dan Sika akhirnya duduk di salah satu kursi, setelah memesan kopi tentunya.
“Nemu aja lu tempat kayak begini.” Dova masih kagum, dia melihat ke atas, terdapat partisi-partisi kayu yang menghiasi langit-langit, berbeda dengan langit-langit kamarnya yang berupa kayu plafon putih biasa saja.
“Iya dong, bosen nongkrong di coffee shop depan kampus, apalagi jalan depan kampus suka macet kan, udah bosen duluan di nunggu.” Sika tertawa kecil.
“Itu ada skylight?” Dova menunjuk ke bagian belakang dari coffee shop itu, dan memang benar, ada sebuah cahaya yang turun, menerangi bagian taman dari coffee shop.
“Iya, biasanya kalo nongkrongnya rame, di situ anak-anak bisa duduk di atas rumputnya, terus ngobrol deh.” Jelas Sika sembari memainkan nomor meja mereka.
“Mantep banget nih tempat yak.” Dova tidak bisa diam, dia akhirnya berdiri dan mulai mengambil beberapa foto dengan ponsel miliknya.
Sika hanya memandangi Dova yang mulai aktif bergerak, pas sekali, kopi mereka berdua datang. Sika hanya tersenyum kecil, mengetahui Dova tidak kuat kopi, jadi dia hanya memesan minuman cokelat.
“Oh udah dateng ya minumnya?” Dova Kembali setelah berfoto sebentar.
“Gue kira lu pesen kopi juga.” Sika memutar-mutar sedotannya agar kopinya dapat diaduk.
“Trauma gue ama kopi, dia pernah menghancurkan gambar gue waktu stupa 1, malah itu harus dikumpul paginya kan, wah itu gila banget kala itu.” Dova mnencapkan sedotannya di minuman cokelatnya.
“Hahahahahaha, gue pernah, tapi beda kasus, gue karena brownis.” Sika tertawa, menutup mulutnya separuh.
“Wah itu parah juga sih hahahaha.” Dova juga ikut tertawa.
Di suasana yang tenang ala jepang di Kisaku coffee shop, kedua mahasiswa itu menikmati minuman mereka sembari tertawa Bersama dan bercanda hingga sang surya berpamitan di ufuk Barat.
_________________________________________________________________________________________________
Rumah Dova.
Dova Kembali ke rumah, membawa 2 botol kopi dan cokelat untuk kedua orang tuanya dan juga adiknya, Dova meletakkan kedua kopi itu di meja makan dan kemudian beranjak ke kamar.
Dova mulai membuat surel untuk dosennya, kali ini dia pastikan dia takkan tertidur lagi seperti kemarin, dia sudah gagal sekali dan dia tidak mau gagal untuk yang kedua kali.
“Kesimpulan untuk Kisaku coffee shop, sebuah kafe dengan konsep minimalis dengan nuansa Jepang, membuat suasana di dalam kafe terasa tenang bahkan ketika pelanggannya agak ramai, ditambah lagi perpaduan furniture yang bagus dan juga pencahayaan yang bagus mendukung orang-orang untuk bertahan lebih lama di tempat kopi ini.” Email itu dikirim ke dosen Dova pada pukul 20.11.