Pengaruh Agama Islam Terhadap Arsitektur Indonesia

Oleh : Noviola Esther – 2440022454

Gambar 1. Kerajaan Samudera Pasai (Admin 2, 2021)

Agama Islam di Indonesia merupakan agama yang dianut oleh mayoritas penduduknya. Pengaruh Islam terhadap arsitektur di Indonesia sangat banyak, dan hal tersebut dapat dilihat dari bangunannya, contohnya seperti pada rumah adat Betawi yang memiliki teras yang lebar dan balai yang luas. Teras dan balai merupakan peninggalan peradaban Islam di Indonesia pada masa itu dan hal tersebut umumnnya digunakan untuk tempat berkumpul untuk kegiatan yang berhubungan dengan ajaran umat Islam seperti untuk mengaji, berceramah, dan lainnya.

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan bagaimana proses masuknya Islam ke Indonesia, seperti teori Gujarat yang dimana Islam masuk ke Indonesia melalui India dan hal tersebut diperkirakan terjadi pada abad ke-12; kemudian teori kedua, teori Arab, yang dimana Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 oleh para pedagang yang berasal dari Arab; kemudian terdapat juga teori Persia yang menjelaskan Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 Masehi dan teori Cina yang menjelaskan bagaimana masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke-9 Masehi.

Peninggalan murni dari arsitektur Islam di Indonesia adalah Masjid, yang umumnya digunakan untuk tempat beribadah bagi umat Islam, selain itu Masjid juga digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengajaran dan pembinaan agama Islam. Masjid memiliki nuansana Islami dan Timur Tengah. Perkembangan Masjid sendiri dipengaruhi oleh tiga kebudayaan yaitu kebudayaan Romawi, kebudayaan Persia, dan kebudayaan Arab Jahiliyah.

Kebudayaan Romawi berkembang pada sekitar tahun 142 sebelum masehi hingga 550 masehi, arsitektur bangsa Romawi merupakan arsitektur Yunani yang mengalami pembaharuan dan pengembangan. Bangsa Romawi mengagumi arsitektur Yunani dan beberapa ciri khas dari arsitektur Yunani mereka adopsi dan dikembangkan kembali. Berakhirnya kebudayaan Romawi, dilanjutkan dengan kebudayaan baru yang terjadi sekitar pada tahun 550 masehi hingga 1453 masehi yaitu kebudayaan Byzantium dengan pusatnya terletak di Konstantinopel. Banyak patung-patung yang didirikan selain itu yaitu Gereja berkubah, salah satunya Hagia Sophia di Istanbul, Turki.

Kebudayaan Persia dimulai dari kebudayaan Mesopotamia, Babilonia, Assiria dan Sassanid. Bangsa Persia awalnya menyembah api sehingga di setiap tempat beribadah selalu dinyalakan api. Salah satu peninggalan kebudayaan Persia adalah reruntuhan istana di Babilonia. Kebudayaan Persia dengan kebudayaan Romawi selalu bersaing sehingga pada tahun 541 hingga 561 terjadi peperangan besar yang berakhir perdamaian yang dimana mengakibatan bangsa Romawi perlu membayar upeti setiap tahunnya, namun persaingan tersebut tetap terjadi dan hal tersebut menyebabkan kemunduran dari kebudayaan Persia dan juga kebudayaan Romawi.

Kebudayaan Arab Jahiliyah, pada masa ini orang Arab telah terbagi menjadi beberapa suku yang dimana antara satu suku dengan lainnya saling bersaing. Hejaz, salah satu daerah Arab, merupakan daerah yang berdaulat yang dimana tidak pernah dijajah oleh kerajaan Persia ataupun kerajaan Romawi dan ditempat ini juga merupakan letaknya bangunan suci umat agama Muslim, Ka’bah.

Perkembangan awal dari kebudayaan dan arsitektur Islam terjadi pada saat proses Islamisasi, dan sebelum Islam masuk ke Indonesia, agama Hindu, Buddha serta agama lokal, Kapitayan sudah tertanam pada kebudayaan Jawa. Dikarenakan perdagangan yang terjadi antara bangsa Arab, Cina, Champa, India, dan Persia mempengaruhi perubahan dari kebudayaan tersebut. Contoh dari masjid tertua di daerah Jawa adalah Masjid Demak yang didirkan pada tahun 1479 dan Masjid Cirebon yang dikonstruksi pada tahun 1500.

Ciri-ciri umum dari kedua masjid ini yaitu :

  1.  Memiliki denah dengan bentuk persegi
  2. Memiliki bentuk atap bertingkat
  3. Memiliki 4 kolom utama (soko guru) yang digunakan untuk menyangga atap
  4. Tembok qibla yang membentang hingga ke bagian luar yang membentuk miḥrāb
  5. Adanya serambi ataupun teras
  6. Adanya halaman yang dibatasi oleh pagar

Gambar 2. Masjid Demak dan Masjid Cirebon (Fina, n.d.)

Pada Masjid Demak, mimbarnya dibentuk dari pahatan kayu dengan gaya Jawa. Penggunaan makara tampak dari bagian depan. Pada Masjid Cirebon juga ditemukan penggunaan makara dalam bentuk di bagian atas suatu lengkungan. Pada permukaan kayu terdapat pahatan flora dan daun. Ornamen dekorasi juga dijumpai pada kolom dan tiang yang menyangga konstruksi Masjid. Bagian yang tersisa pada miḥrāb dari Masjid Demak menampilkan corak matahari Majapahit, sementara itu pada Masjid Cirebon, bagian yang tersisa tersebut dibatasi oleh dua kolom dengan bentuk lotus diatasnya yang juga kemudian dikombinasikan dengan motif geometri. Terdapat juga sebuah ukiran medali batu yang terletak diantara kedua kolom. Kemudian terdapat ukiran lotus tiga dimensi yang menggantung dari bagian tersisa dari plafon. Kemudian pada pintu Masjid Demak, terdapat hiasan daun yang menyerupai suatu mahkluk dan adanya sebuah bejana yang berasal dari Champa. Pada Masjid Cirebon, lotus menjadi dekorasi yang menghiasi pintu utama dari masjid tersebut dan pada bagian kiri dan kanan pintu didekorasi oleh motif geometri.

Ornamen pada masjid lama, merupakan perpaduan dari kebudayaan yang telah ada yaitu Hindu-Buddha dengan agama Islam. Terdapat beberapa dekorasi serta simbol yang menggambarkan kebudayaan sebelum Islam masuk ke Indonesia pada masjid-masjid tersebut seperti makara berwujud kala dan tunas lotus. Sebagai masjid terdahulu, Masjid Demak menjadi contoh untuk Masjid lainnya di Nusantara hingga ke abad 19.

Gambar 3. Masjid Demak dan Masjid Cirebon (Fina, n.d.)

Salah satu contoh akulturasi dari kebudayaan Islam dengan kebudayaan lainnya yaitu Masjid yang terletak di jalan Tamblong nomor 27 Bandung yaitu Masjid Lautze 2 atau yang sering disebut sebagai Masjid Cina ini didirikan oleh Haji Karim Oey di tahun 1997. Masjid ini memiliki ukuran 7 x 6 menter dan berbentuk menyerupai kelenteng. Ekseterior serta interior didominasi oleh warna merah. Ornamen kubah terbuat dari potongan kayu juga menggunakan warna merah serta terdapat papan nama dari masjid ini yang mengarah ke arah pintu, hal ini menunjukkan bahwa bangunan ini adalah masjid. Masjid ini dibangun menyerupai kelenteng dengan tujuan agar etnis Tionghua yang beragama Islam dapat merasa nyaman dengan suasana masjid tersebut. Nama masjid ini diambil dari salah satu jalan di Jakarta yaitu Lautze yang kemudian menjadi tempat Lautze 1. Dinding depan masjid ini dihiasi dengan ornamen berwarna kuning dan merah, kemudian terdapat lengkungan besar berwarna merah sebagai gerbang pintu masuk menuju masjid.

Kubah merupakan salah satu ciri aristektur Islam. Penggunaan kubah pada masjid di Indonesia dimulai sejak awal abad ke-20 yaitu karena pengaruh dari budaya Timur Tengah serta India. Kubah sendiri merupakan bagian bangunan yang merupakan hasil dari akulturasi dari arsitektur Islam dengan Barat melalui seni arsitektur Byzantium. Dikarenakan kubah memiliki peranan penting pada arsitektur masjid, maka pada Masjid Lautze juga terdapat sebuah kubah berwarna merah, yang merupakan perpaduan dari budaya Arab, yang dimana kubah kayu berbentuk bawang sebagai symbol yang mewakili universalitas dari Islam.

Bagian terpenting lainnya lainnya, yaitu terdapat miḥrāb. Umumnya, Masjid di Indonesia menghadap ke arah Timur dan miḥrāb menghadap ke arah sebaliknya, yaitu Barat. Masjid ini juga mencerminkan kebudayaan Islam yang dimana arahnya menghadap ke arah Masjidil Haram, Mekkah.

Kemudian terdapat unsur dekoratif, pada Masjid Lautze 2, beberapa unsur dekoratif tersebut seperti pada bagian miḥrāb, mimbar, dan ornamen terdapat tulisan dengan huruf Arab dengan warna merah yang terbuat dari kayu, hal ini menujukkan adanya unsur budaya Arab walaupun masjid ini memiliki wujud seperti kelenteng dan adanya ciri khas dari budaya Tionghua; kemudian di depan pintu masjid, terdapat ornamen Tionghua yang menyerupai motif batu bata berwarna merah dan kuning keemasaan yang terbuat dari kayu; selain itu juga terdapat ornamen Surat Al-Ikhlas yang ditulis dengan menggunakan Hànzì; kemudian, warna merah yang umum ditemukan pada arsitektur Tionghua juga terlihat pada masjid ini ang dimana didominasi dengan warna merah, hal ini menunjukkan adanya akulturasi dari kebudayaan Tionghua dan bukan menjadi simbol dari suatu kepercayaan; dan terakhir, penggunaan unsur kayu pada bangunan masjid seperti pada penyangga dan ornamen, yang menunjukkan ciri umum dari arsitektur Tionghua.

Gambar 4. Kubah, Ornamen, serta Unsur Kayu pada Masjid Lautze 2 (Tjahjana, n.d.)

 

Referensi :

Admin 2. (2021, Maret 31). Mengenal Sejarah Kerajaan Samudra Pasai, Kerajaan Islam Pertama. https://daihatsu.co.id/tips-and-event/tips-sahabat/detail-content/mengenal-sejarah-kerajaan-samudra-pasai-kerajaan-islam-pertama/

Nandy. (n.d.). Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia. https://www.gramedia.com/literasi/sejarah-masuknya-islam-ke-indonesia/

Ningsih, W. L. (2021, April 13). Masuknya Islam ke Nusantara. https://www.kompas.com/stori/read/2021/04/13/154149479/masuknya-islam-ke-nusantara?page=all

Toha, M. (n.d.). SEJARAH DAN FUNGSI MASJID DI INDONESIA. http://bdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/WEB%20TOHA%20MASJID.pdf

Fina, L. I. N. (n.d.). Southeast Asian Islamic Art and Architecture: Re-Examining The Claim of the Unity and Universality of Islamic Art. http://ejournal.uin-suka.ac.id/adab/skijic/article/download/1364/pdf

Tjahjana, C. (n.d.). AKULTURASI BUDAYA DALAM ARSITEKTUR BANGUNAN MASJID LAUTZE 2 BANDUNG. http://repository.maranatha.edu/10709/9/0946037_Journal.pdf