7 Days Of Architecture: Day 4
Oleh : Vanes Suryadi
Cahaya matahari masuk melalui kisi-kisi jendela rumah Dova, dia terbangun dengan semangat setelah berhasil mengabadikan dua rumah yang arsitekturnya baik selama dua hari terakhir, pagi ini dia merasa malas, malas untuk bergerak dan malas sekali untuk bangun, kebetulan minggu ini, kuliah libur hingga senin depan, tapi Dova sulit untuk berlibur, demi mata kuliah Stupa yang amat Sakral, dia harus melakukannya meskipun dia malas dan memilih untuk melakukan kegiatan yang lain.
Dova turun dari tangga rumahnya membawa handuk dan juga baju ganti, hari ini ada rumah yang harus diabadikan. Ketika kamar mandi hanya berjarak dua meter dari Dova, dia kemudian mendengar bel rumahnya berbunyi, Dova tidak melihat siapa pun di foyer rumahnya, jadi dia langsung membuka pintu, terkejut membuka pintu, ada Sika yang datang dengan kamera di lehernya dan menggunakan topi fedora gelap.
“Buset ini jam 8 pagi, ngapain lu dateng? Tau dari mana pula rumah gue di mana.” Dova terheran-heran, dia seakan tidak sadar apa yang terjadi barusan.
“Hari ini mau ke mana?” Sika membenarkan topinya yang agak miring.
“Kita hari ini ke Kebayoran Lama, ada rumah bagus karyanya Delution, Namanya Twin House itu rumah konsepnya bagus banget gue liat d youtube.” Dova tersenyum handuknya dia gulung-gulung d tangan.
“Oh, naik kereta lagi?” Sika bertanya.
“Kemungkinan, gak tau deh, gue mandi dulu, duduk aja di sini.” Dova menunjuk salah satu kursi yang tersedia di foyer rumahnya. Sika langsung duduk dan menunggu.
_________________________________________________________________________________________________
Twin House, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Setelah berjam-jam berkutat menuju ke Twin House, akhirnya mereka sampai di muka Twin House, ketika mereka lihat rumah ini, estetikanya sederhana saja, ada satu masa bangunan yang tinggi dan memiliki dua lantai dan ada satu masa bangunan yang hanya memiliki satu lantai. Rumah ini juga tampak industrial sekali gayanya dengan tembok yang hanya dilapisi oleh lapisan acian kamprot.
“Nih rumah kecil banget, yang tinggal berapa orang?” Sika bertanya sembari berbisik.
“Nih rumah untuk 2 keluarga, kakak beradik salah satu dari mereka udah menikah dan punya anak.” Dova menjawab, matanya melihat sekeliling gang yang amat sempit yang hanya bisa dilewati oleh satu motor saja.
“Hah? Sekecil ini?” Sika melotot, tidak percaya.
“Yaudah, kita coba masuk aja.” Dova mengetuk pagar depan rumah.
Pemilik rumah keluar, berbeda dengan pemilik rumah sebelumnya kali ini yang keluar adalah perempuan.
“Halo, ada yang bisa saya bantu?” Pemilik rumah menjawab dari balik pagar berlubang.
“Selamat siang Kak, saya Dova yang menelpon semalam, saya ke sini mau mengabadikan rumah kakak untuk dijadikan bahan tugas kuliah, apa kakak keberatan?” Pemilik rumah menatap sesaat.
“Oh iya, silahkan masuk.” Pagar rumah dibuka, Dova dan Sika langsung masuk, mereka masuk ke gang kecil yang membelah kedua rumah ini, di sini ada pilihan untuk menuju ke bangunan yang ada di sebelah kiri atau yang sebelah kanan, mereka di ajak ke bangunan yang ada di sebelah kanan, yang hanya memiliki satu lantai.
Dova dan Sika duduk di ruang tamu yang kecil, sebelum mulai, Sika melihat sekeliling, dia merasa ada yang kurang, dia tidak melihat dapur dari rumah ini. “Ini ada pohon di dalam rumah yang kecil ini?” Sika kemudian menunjuk ke sebuah pohon yang ada di sebelah kiri sofa yang mereka duduki.
“Itu inner courtyard kayaknya, buat pencahayaan dan pengudaraan alami.” Pohon itu menembus keluar dari bangunan, dari dalam terlihat sebuah lubang di mana pohon ini menembus rumah.
“Rumah ini keren banget, soalnya dia ngebagi dua area komunal (Area untuk berkumpul dan digunakan Bersama) jadi bangunan yang dua lantai, itu buat dapur dan ruang makan, sedangkan yang satu lantai buat berkumpul Bersama, gak lupa juga rumah ini tetap ada privasi.” Dova melihat sekeliling, dia mulai bergerak untuk mengabadikan, Sika juga tidak mau kalah, dia juga mulai mengabdikan rumah itu.
Sesampai di dapur, Dova melihat dapur yang terbuka dengan furniture ala kayu, di sebelah dapur, terlihat sebuah tangga melingkar yang menuju ke lantai 2, Dova hanya melihat seklias ke atas, ternyata di massa bangunan yang satu lagi terdapat fitur yang sama yaitu ada inner garden yang terisi oleh satu pohon yang menembus bangunan, Dova cukup takjub dengan lahan 70 meter persegi ini dapat dibuat dua bangunan yang memiliki fungsi yang sangat bagus, dan anehnya rumah ini tidak terasa sempit.
Selesai mengabadikan seluruh rumah, Dova Kembali ke ruang tamu, dia menunggu pemilik rumah dan ingin berpamitan untuk pulang, kebetulan hari juga mulai sore dan matahari juga semakin rendah di ujung barat.
“Terima kasih kak telah mengizinkan saya dan teman saya untuk mengabadikan rumah ini, kami pamit dulu ya kak.” Dova berdiri dari sofa dan mengucap salam, pemilik rumah juga mengucap salam, mereka berdua pulang menuju ke rumah masing-masing.
_________________________________________________________________________________________________
Restoran Kwetiau, Mangga Besar, Jakarta Pusat.
Kedua mahasiswa ini tiba di depan restoran kwetiau, ini merupakan restoran kwetiau favorit Dova sejak kecil, mereka berdua duduk dan memesan.
“Tapi kok bisa ya orang kepikiran bikin rumah sekecil itu? Buat 2 keluarga?” Sika bertanya, membuka topik untuk menunggu kwetiau pesanan mereka.
“Yah, asal ada niat pasti ada jalan?” Dova tertawa sedikit, Sika terdiam.
“Yang pasti lahan kecil dan anggaran yang kecil bukanlah sebuah halangan, melainkan sebuah tantangan untuk kita sebagai arsitek membuat karya yang menarik dan fantastis, biro arsitek Delution telah membuktikannya dengan rumah Twin house barusan, rumahnya bagus, berfungsi dan tentunya sehat dengan bukaan udara dan cahaya.” Dova menjelaskan Panjang.
“Oh iya satu hal yang lu gatau, salah satu penghuni rumah, yakni kakak dari saudara itu mengalami disabilitas, makanya itu menjelaskan kenapa massa bangunan yang satunya hanya satu lantai.” Ketika Dova berbicara, pesanan mereka datang.
“Hah? Gak nyangka.” Sika melongo, mengambil sumpit dan sendok dari tempatnya, diikuti dengan Dova.
“Makanya kan.” Dova mengambil botol lada dan kecap asin.
“Hatchi!” Sika bersin suaranya melengking cempreng, Dova berhenti sebentar, dia masih menuangkan lada ke hidangan miliknya.
“Parah banget sih lu, ladanya nebar!” Sika menutup hidung.
“Masa?” Dova memasang wajah pura-pura tidak tau.
“Ih, nih rasain.” Sika mengoles lada di jemarinya dan menyentil ke arah dova, namun naas, butiran lada itu malah Kembali ke dirinya dan, “Hatchi!” Sika Kembali bersin.
“Makanya gue duduk di depan pintu masuk, anginnya langsung meniup dari sana hahahaha.” Dova tertawa lepas, begitu juga Sika, tertawa, dengan berat hati tentunya.
“Yuadah makan, keburu dingin tuh.” Dova mulai mengaduk hidangan miliknya, Sika sudah makan dengan muka yang agak sebal.
_________________________________________________________________________________________________
Rumah Dova.
Sesampai di rumah, Dova sudah Lelah sekali, tapi dia harus kirim foto dan analisa yang dia ambil barusan selama seharian, dan harus dikirim sebelum jam 12 malam, lewat jam segitu, berarti Dova sudah satu kali gagal, Dova bergerak menuju ke computer miliknya dan mulai mengetik.
Computer Dova bukanlah yang terbaik, proses menyalanya saja lama, maklum dia masih perangkat keras berupa hard disk.
Dova membuka email, dan memasukkan foto, kemudian dengan mata yang bersayup-sayup dia mulai mengetikan kesimpulan dari twins house.
“Kesimpulan dari Twins House, anggaran yang sedikit hanya masalah di ujung mata, twins house membuktikan bahwa anggaran yang sedikit pun dapat membuat rumah yang sehat, dan juga….”