7 Days of Architecture: Day 1

Oleh : Vanes Suryadi

Senin pagi, tiada yang dapat membayangkan betapa mengerikannya hari senin, di mana semua orang akan setuju kalau awal yang baik bukanlah hari senin, karena selepas libur di hari minggu muncullah pekerjaan-pekerjaan yang harus membuat semua orang Kembali pada jalur produktivitasnya masing-masing, di sebuah rumah ada seorang mahasiswa yang masih terlentang di atas kasurnya, mahasiswa arsitektur yang baru saja menyelesaikan tugas untuk hari ini, denah rumah 2 lantai yang harus diberikan kepada dosen, Dova Sentari, usia 19 Tahun, masih mendengkur, menggetarkan langit-langit rumah. TEEEEEET! suara alarm berbunyi keras menghentikan dengkuran itu dan langsung membuka mata dari lelaki tersebut, tersadar kalau cahaya surya sudah menembus kisi-kisi pada jendela rumahnya, dia langsung berdiri hingga menjatuhkan selimutnya ke lantai dan bergegas bersiap-siap untuk ke kampus.

Suara kereta bergerak dengan keras melintasi hiruk piruk kota Jakarta di pagi hari, Dova menggantungkan pergelangannya kepada gantungan kereta agar dia tak terjatuh, tidak lupa sembari mengaitkan tabung gambar dan ransel di punggungnya. Lagu “Film Favorit.” Dari Sheila On 7 menghalau bunyi roda kereta yang bising masuk ke kuping Dova, dengan senyuman ikhlas setelah begadang semalam dia melihat keluar jendela. Gedung dan rumah menjadi pemandangan yang ia selalu lihat dari dalam kereta, mengingat arsitektur adalah soal bangunan timbulah pertanyaan-pertanyaan di benaknya, salah satu yang dia tanyakan adalah, “arsitek kalau bikin Gedung kayak gitu tidurnya kapan ya.” Dia menertawakan dirinya sendiri karena menanyakan hal tersebut dan Kembali menunduk melihat pemandangan dari jendela kereta yang tertutup setengah.

Kampus sangat ramai di pagi hari, banyak mahasiswa yang mondar-mandir di lobi kampus, Dova menembus keramaian tersebut dan langsung menuju ke studio, kebetulan pagi ini ada kelas Studio perancangan, dia akan bersemayam hingga sore di studio, bahkan bisa saja sampai malam, tergantung. Dova meletakkan tabung gambar di atas meja dan ranselnya di kursi, dia melihat banyak temannya yang masih berkutat di depan laptop untuk 3D modelling, bahkan ada beberapa dari mereka malah main game online, Dova hanya berdiam dan bersandar di ranselnya, dosennya akan terlambat nampaknya jadi dia memutuskan untuk menutup mata karena semalam dia hanya terpejam selama dua jam saja.

Terbangun dari tidurnya dia agak kaget, studio sepi, hanya menyisakan beberapa orang saja, Ketika melihat jam ternyata sudah jam sembilan! Yang berarti selama dosen menjelaskan tadi, dia masih tertidur, dia menanyakan teman di sebelahnya, bahwa apakah dosen sudah mengambil tugas denah? Teman yang sedang focus pada layar laptop disebelahnya hanya menjawab ya. “Waduh mati dah.” Hati Dova kacau, dia ketiduran! Bisa-bisanya dia tertidur tadi hingga kelas selesai. “Sekarang tugasnya apa?” Dova Kembali bertanya kepada orang yang sama. “Bikin potongan A-A ama B-B.” orang itu masih terpaku kepada laptopnya.

Dova masih panik, hatinya belum tenang setelah tertidur selama dua jam di sebuah pengajaran seorang dosen! Dia memutuskan untuk meminta maaf kepada dosen itu dan mencoba untuk mengumpulkan tugasnya yang masa tenggang waktunya hari ini. Ruang dosen, Dova menghampiri dosen yang pagi tadi mengajar, dia meminta maaf atas perbuatan yang telah ia perbuat, dia menjelaskan Panjang lebar, sedangkan dosen itu hanya menggangguk, matanya tertuju kepada layar laptop miliknya, tidak menghubris perkataan Dova. “Jadi bagaimana Pak?” Dova membungkukan badannya sedikit, mencoba untuk mendapat perhatian dari dosen itu.

“Saya tolak permintaan maaf kamu.” Dova sangat kaget jantungnya berhenti sekejap, beruntung berdetak Kembali. “Ta.. tapi Pak punya saya sudah jadi dan lengkap pak.” Dosen itu akhirnya memutar kursinya dan menatap mahasiswa yang sudah mulai gemeteran tubuhnya.

“Saya gak akan menerima sebuah pekerjaan yang sebagus apapun hasilnya apabila orang yang mau mengumpulkan tugas itu tidak mau menghargai orang lain.” Suasana ruang dosen menjadi panas, Dova hanya bisa menunduk, dia tidak tahu harus apa. “tapi saya iba sama kamu, kamu Dova kan? yang kemaren menang sayembara kampus?” Dova tidak mengerti, dia memilih untuk menunduk dan menjawab dengan agak gemetar, “Iya Pak.”. 

“Saya punya penawaran terakhir untuk kamu, tapi kalau kamu tidak bisa menyelasaikannya saya anggap SKS Stupa kamu nol ya.” Dova termangu, dia senang namun juga berdebar mendengar pernyataan dari sang dosen.

“Saya mau kamu temukan bangunan yang arsitekturnya “baik” di Jakarta, kamu lakukan itu setiap hari hingga hari sabtu nanti, terhitung mulai besok, kamu harus membagikan foto dari arsitektur yang baik tersebut, setiap hari 1 bangunan yang berbeda, apabila tidak memenuhi kriteria saya, yaitu arsitektur yang baik, maka akan saya tolak, kamu memiliki 2 kesempatan salah, setelah itu, bila ada kesalahan maka kamu gagal.” Dosen itu memasang tatapan tajamnya kepada Dova yang masih termangu, “Kamu mengerti tidak?” Dengan nada yang tinggi dosen itu menegur Dova yang masih terdiam melihat kerutan yang menyempit di wajah dosen itu. “Paham pak!” Dova berseru dengan sedikit terkejut.

Dova akhirnya pergi dari ruang dosen itu dia harus memikirkan cara bagaimana mengumpulkan 5 foto arsitektur yang baik, entah apa yang dimaksud tapi Dova mengerti kemudian dia Kembali ke studio.

Petualangan Dova untuk mendapatkan nilai terbaik akan dimulai, mampukah dia mengumpulkan 5 foto arsitektur terbaik? Tunggu kisah selanjutnya.