Arsitektur Yunani dan Romawi Kuno: Kuil

  1. Yunani Kuno :

Sekitar masa 900-27 sebelum masehi, arsitektur Yunani Kuno terbentuk di Pulau Aegea. Sejak periode geometri, tugas utama dari arsitek Yunani adalah untuk merancang kuil. Kuil merupakan sebuah rumah (oikos) untuk para dewa, yang direpresentasikan melalui sebuah patung. Umumnya, ruang utama dari kuil yang dikenal sebagai cella atau naos terdiri dari sebuah patung yang menunjukkan dedikasi dari bangunan tersebut. 

Banyak dari kuil Yunani berbentuk memanjang. Dengan skala terkecil (30-100 kaki), walaupun terdapat beberapa yang panjangnya melebihi 300 kaki dan lebar melebihi 150 kaki. Dengan bentuk lantai yang memanjang, yang juga disertakan dengan deretan pilar (peristyle) di keempat sisinya; teras depan (pronaos) dan teras belakang (opisthodomos). Umumnya, bagian-bagian atas terbuat dari kayu dan bata yang terbuat dari tanah liat, dengan fasad yang terbuat dari batu yang dirancang sesuai dengan ordo. 

Umumnya, pilar diukir dari batu gamping dengan didekorasi oleh marbel. Ruangan dari kuil Yunani terdiri dari, altar dalam yang berbentuk rumah dengan sebuah patung, dan terkadang terdapat satu atau dua ruang kecil yang digunakan oleh pemuja untuk meninggalkan persembahan. Arsitek Yunani Kuno juga cenderung menggunakan teknik tiang dan ambang dibandingkan dengan pelekengkung (arch). Rancangan dari ruang dan sekitarnya umumnya mengikuti salah satu dari rancangan desain dasar; salah satunya dikenal dengan nama ‘templum in antis’ yang berarti diantara dua pilar, yang dimana jalur masuk untuk menuju cella didampingi oleh sepasang pilar. Bangunan Yunani Kuno yang menerapkan rancangan ‘templum in antis’ contohnya Kuil Hera di Olympia, Siphnian Treasury di Delphi.

  1. Romawi Kuno:

Arsitektur pada masa Romawi Kuno disebut sebagai warisan atau kelanjutan dari arsitektur Yunani Kuno. Bangsa Romawi mengagumi ordo-ordo klasik, terutama Ordo Korintus, hal tersebut juga didukung dengan ditemukannya penggunaan ordo tersebut pada bangunan-bangunan publik besar mereka. Selain itu, mereka juga mengadopsi teknik konstruksi baru, dengan menggunakan material baru yang digabungkan dengan teknik yang sudah ada, menghasilkan struktur arsitektural baru seperti lumbung, basilica, dan lain sebagainya.

Arsitek Romawi juga mengikuti ordo klasik yang terdapat pada rancangan arsitektur Yunani, Doria, Ionia, dan Korintia. Penggunaan Ordo Korintia banyak ditemukan pada bangunaan Romawi Kuno, bahkan pada masa akhir dari peradaban kuno, yang dimana terdapat karakteristik gaya arsitektur Yunani pada rancangannya.

Kuil Romawi merupakan gabungan dari karya Etruria dengan Yunani, yang dimana termasuk dengan cella yang terletak pada bagian belakang bangunan dan dikelilingi oleh pilar dan diletakkan pada lantai yang telah dielevasi. Umumnya, kuil Romawi berbentuk segiempat, namun dapat juga mengambil bentuk lainnya seperti lingakaran atau bersisi banyak.

Kuil-kuil Romawi Kuno mempunyai kecenderungan yang kurang bersifat khusus dan inovatif daripada rancangan-rancangan Parthenon Yunani atau bangunan-bangunan lainnya. Bangsa Romawi juga mengadaptasi dan mengelaborasikan ide yang merepresantasikan karya-karya Yunani. Pilar yang digunakan, umumnya adalah dari Ordo Korintia, dengan kapital-kapitalnya memiliki rancangan yang rumit. Dekorasi juga ditambahkan pada bagian-bagian lainnya, sehingga tidak terdapat dinding yang kosong. Bangsa Romawi juga menggabungkan beberapa elemen yang terdapat pada Ordo Ionia dengan daun-daun acanthus yang terdapat pada ordo Korintia. Selain penggunaan ordo Korintia, penggunaan pilar tunggal juga cenderung digunakan dalam rancangan mereka.