Bentuk – Bentuk Kecurangan Akuntansi di Perusahaan

Zayyan Citra Dewi – 2101690446

Sumber : https://www.inc.com

Dalam dunia bisnis terkadang seringkali terjadi kecurangan – kecurangan yang menyimpang dari prosedur yang benar , salah satu dari kecurangan perushaan yaitu kecurangan akuntansi.

Kecurangan dalam akuntansi merupakan penyimpangan dari prosedur akuntansi diterapkan dengan benar maka informasi akuntansi yang dihasilkan dari proses akuntansi dari suatu entiti sangatlah penting, dimana iinfromasi ini menjadi pertimbangna terhadap program atau kebijakan entiti tersebut untuk mencapai tujuannya.

Selian itu infromasi akuntansi yang benar juuga dapat berfungsi untuk mengetahui gambaran keuangan atau keadaan suatu entiti atau perusahaan. Bagaimanakah jika infromasi Akuntansi yang dihasilkan tidak sesuai dengan prosedur akuntansi yang benar atau terkandung kecurangan ?

Berikut ini akan dijelaskan bentuk kecurangan akuntansi yang pernah dipraktikan beberapa  perusahaan – perusahaan besar di dunia dan pihak – pihak terentu , diantaranya :

  1. WorldCom

Perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di AS, mengakui telah melakukan skandal akuntansi yang mnenyebabkan perdagangan saham nya di bursa NASDAQ terhenti. Beberapa minggu kemudian, WorldCom menyatakan diri bangkrut. Perusahaan telah memberi gambaran yang salah tentang kinerja perusahaan dengan cara memalsukan miliaran bisnis rutin sebagai belanja modal, sehingga laba nya overstated sebesar $11 miliar pada awal 2002. Perusahaan juga meminjamkan uang lebih dari $400 juta kepada chief executive officer (CEO)- nya waktu, Berndard Ebbers, Untuk menutupi kerugian perdagangan pribadinya. Ironisnya meski didakwa telah melakukan pemalsuan, Konspirasi dan laporan keuangan yang salah, mantan CEO WorldCom tersebut mengaku tidak bersalah  (Mehta, 2003; Klayman, 2004; Reuters, 2004).

  1. Enron Corp

Perusahaan terbesar ke tujuh di AS yang bergerak di bidang industry energy, para manajernya memanipulasi angka yang menjadi dasar untuk memperoleh kompensasi moneter yang besar. Praktik kecurangan yang dilakukan antara lain yaitu Divisi Pelayanan Energi, para eksekutif melebih- lebihkan nilai kontrak yang dihasilkan dari estimasi internal. Pada proyek perdagangan luar negeri missal di India dan Brasil para ekskutif membukukan laba yang mencurigakan. Strategi yang salah, investasi yang buruk, dan pengendalian keuangan yang lemah menimbulkan ketimpangan neraca yang sangat besar dan harga sahan yang dilebih- lebihkan. Akibatnya ribuan orang kehilangan pekerjaan dan kerugian pasar miliaran dollar pada nilai pasar (Schwartz, 2001 ; Mclean, 2001). Kasus ini diperparah dengan praktik akuntansi yang merugakan dan tidak independennya audit yang dilakukan oleh kantor akuntan publik (KAP) Arthur Anderson terhadap Enron. Arthur Anderson, yang sebelumnya merupakan salah satu “The big six” tidak hanya melakukan memanipulasi keuangan Enron tetapi juga telah melakukan tindakan yang tidak etis dengan menghancurkan dokumen- dokumen penting yang berkaitan dengan kasus Enron. Independensi sebagai auditor terpengaruh dengan banyak nya mantan pejabat dan senior KAP Arthur Anderson yang bekerja dalam department akuntansi Enron Corp. Baik Enron maupun Anderson, dua raksasa industry raksasa di bidangnya, sama- sama kolaps dan menorehkan sejarah kelam dalam praktik akuntansi.

  1. Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk.

PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.

Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.

Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 – Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:

“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian. Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.

Sumber : http://www.akuntansipendidik.com/2012/09/skandal-atau-kecurangan-akuntansi-fraud.html