Penerapan Budaya Beretika Tionghoa di Indonesia

https://www.tionghoa.info/wp-content/uploads/2015/12/angpao-amplop-merah.jpg

Apakah kamu pernah merasakan amarah orang yang lebih tua karena sikapmu yang kurang baik? Contohnya ketika kamu sedang makan, tiba-tiba kamu mendapatkan teguran “Kalau makan, jangan bersuara!” atau kamu dimarahi sewaktu duduk dan menggoyangkan kaki. Semua itu merupakan bentuk teguran untuk etika yang kurang baik. Teguran tersebut ada baiknya karena dapat membuat perilaku menjadi lebih baik. Maka dari itu, etika yang baik harus diterapkan sejak kecil. Pengaruh budaya etika dari keluarga sangat berdampak untuk anak-anak, terutama etika pada keluarga keturunan Tionghoa yang sudah turun-temurun.

Konfusianisme juga mengajarkan etika Tionghoa yang sudah menjadi ajaran berpengaruh bagi segala aspek kehidupan selama hampir dua ribu tahun. Dalam filsafat Konfusianisme, terdapat empat prinsip etika Konfusius, salah satunya ialah li [禮] yang artinya adalah sopan santun, etika, tata krama, dan ritual. Prinsip ini sangatlah mementingkan kekeluargaan, penghormatan terhadap senior, dan tata krama dalam pergaulan. 

Selain itu, tiga prinsip etika lainnya juga tidak kalah penting. Prinsip yi [義] mengedepankan keadilan yang seharusnya didapatkan oleh masyarakat. Kalimat selanjutnya mungkin tidak asing untuk didengar, yaitu “Jika ingin diperlakukan baik maka kamu harus terlebih dahulu memperlakukan orang sekitarmu dengan baik.” Hal tersebut merupakan salah satu prinsip etika Tionghoa, yaitu ren [仁]. Berikutnya jika kita sudah dapat memahami ketiga prinsip tersebut, kita dapat mencapai pemahaman prinsip terakhir, yaitu prinsip zhi [知] atau kebijaksanaan kehidupan bermoral.

Melihat kembali keempat prinsip etika tersebut, masih banyak sekali penerapan etika yang bisa dilihat dalam keluarga keturunan Tionghoa di Indonesia. Contohnya adalah menyapa dengan sopan ketika bertemu dengan orang yang lebih tua, mendahulukan orang tua untuk duduk, tidak memilih-milih makanan, tidak berbicara dengan keras di tempat umum, dan lain-lain.

Dari banyaknya contoh, ternyata prinsip etika sudah banyak diterapkan dalam bisnis di Indonesia. Identitas seorang pengusaha etnis Tionghoa sering dikenal dengan kepribadian yang pekerja keras, hemat, dan ulet dalam jangka waktu panjang. Dengan itulah, mereka dapat mencapai keberhasilan yang maksimal.

Penelitian Sorta Riana Pakpahan “Etika Bisnis Konfusian dan Kesuksesan Pengelolaan Perusahaan Etnis Cina di Indonesia (Perusahaan Kecap Bango)” membuktikan keberhasilan penerapan prinsip etika Tionghoa dalam berbisnis. Perusahaan Kecap Bango yang dipimpin oleh Eppy Kartadinata telah menerapkan prinsip li [禮] untuk memastikan setiap karyawannya saling menghargai dan menghormati. Beliau juga mementingkan kepuasan konsumen dan menganggap bahwa konsumen adalah raja. Dengan begitu, perusahaan Kecap Bango telah menerapkan prinsip yi [義].

Walaupun ada beberapa pandangan terhadap peraturan etika Tionghoa yang dianggap terlalu kuno dan mengekang yang membuat orang tidak bisa merasakan kebebasan, tetapi tidak semua ajaran etika Tionghoa dapat disamakan seperti itu. Etika Tionghoa juga terus menerus mengikuti perkembangan zaman dan tidak terpaku dengan kebiasaan kuno.

Referensi:

Fitrawan, Nur. (2011). Etika Agama Etnis Tionghoa Dalam Peningkatan Ekonomi di Kel. Melayu Baru Kec. Wajo Kota Makassar (diakses pada 15 April 2022)

Hartati, C. Dewi. (2022). Pemikiran Konfusius Sebagai Landasan Pembentukan Karakter Budaya Bangsa Tionghoa. 05-08 (diakses pada 15 April 2022)

Sulistio, Zefanya Sara. (2016). Pesan-Pesan Moral Orang Tua Etnis Tionghoa Dalam Mendidik Anaknya. 459-460 (diakses pada 15 April 2022)

Kuncono, Ongky Setio. (2012, July 04). Nilai-Nilai Positif Budaya Tionghoa. https://www.spocjournal.com/budaya/82-nilai-nilai-positif-budaya-tionghoa.html (diakses pada 15 April 2022) 

Wurinanda, Iradhatie. (2016, February 09). Budaya Tionghoa Ajarkan Budi Pekerti. https://edukasi.okezone.com/read/2016/02/09/65/1307622/budaya-tionghoa-ajarkan-budi-pekerti  (diakses pada 15 April 2022)

中华道德在印尼的应用

你有没有因为你的不良习惯而感受到长辈的不满?例如,当你在吃东西时,突然被警告“吃东西的时候,不要发出声音!”或者当你坐下来晃动你的脚时被责骂。所有这些都是对不良习惯的一种批评。批评是好的,因为它可以使这些习惯变得更好。因此,必须从小就应用良好的礼仪。来自家庭的礼仪文化对孩子的影响,尤其是已经代代相传的华裔家庭的礼仪文化。

儒家还教授中华礼仪,近两千年来,中华礼仪在生活的方方面面都有影响。在儒家哲学中,孔子有四项伦理原则,其中之一是礼,意为礼、德、仪。这一原则非常重视亲情、尊长、交涉的礼仪。

此外,其他三项伦理原则同样重要。义原则提出了社会应该得到的正义。下一句可能很耳熟,即“要想被善待,就必须先善待身边的人”。这是中华道德的原则之一,即仁。其次,如果我们能够理解这三个原则,我们就可以理解最后一个原则,即知或善行的智慧。

回顾四项伦理原则,在印尼华人家庭中仍有不少礼仪的应用。例如,与长辈见面时礼貌地打招呼,优先让长辈坐下,不挑食,在公共场所不大声喧哗等等。

从许多例子中可以看出,道德原则已在印度尼西亚的商业中得到广泛应用。从长远来看,华裔商人的身份通常被认为是勤奋、节俭和顽强的个性。有了这些,他们可以取得最大的成功。

Sorta Riana Pakpahan 的研究“儒家商业道德与印尼华人公司(Bango Soy Sauce Company)的成功管理”证明了华人道德原则在商业中的成功应用。由 Eppy Kartadinata 领导的白鹤酱油公司,贯彻“礼”原则,确保每一位员工相互尊重、相互关心。他还关心客户满意度,认为客户就是王。因此,白鹤酱油公司实施了“义”的原则。

虽然有一些关于中华道德规矩的观点被认为过于守旧和限制,让人感觉不到自由,但并不是所有的中华道德规矩都是这样的。中华道德也有不断地与时俱进,不拘泥于古代。

Penerjemah: Jasmin Anderson

Serenity Arwen Wijaya