Dunia Bukan yang Kamu Kira!

 

Kota Paling Polusi di Dunia

Siapa sangka, kota paling berpolusi di dunia bukanlah kota megapolitan seperti Beijing atau Delhi. Menurut World Air Quality Report 2024 (IQAir), kota kecil Byrnihat (India) mencatat konsentrasi PM2,5 rata-rata tahunan sebesar 128,2 µg/m³, menjadikannya kota metropolitan paling tercemar dunia tahun tersebut. Penting bagi dunia untuk kembali meninjau komitmen terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama SDG 3 (Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan) serta SDG 11 (Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan).

Kota-kota yang disebut “terlupakan” ini sering kali menjadi pusat industri seperti tekstil, baja, atau pembakaran batu bara, namun tidak memiliki sistem pengawasan lingkungan yang memadai. Akibatnya, emisi berbahaya dari pabrik kerap dilepaskan ke udara tanpa melalui sistem filtrasi udara yang memadai.

Minimnya ruang hijau turut memperburuk keadaan karena polutan menumpuk di atmosfer. Kombinasi antara aktivitas industri, debu jalanan, dan kurangnya pepohonan membuat udara di kota kecil justru lebih kotor dibandingkan kota besar yang sering mendapat perhatian media.

Fakta Polusi Udara Dunia

Menurut data IQAir (2024), beberapa kota dengan tingkat polusi udara tertinggi di dunia justru berasal dari wilayah industri kecil. Kota-kota ini menunjukkan bahwa aktivitas industri padat tanpa pengawasan lingkungan dapat memperburuk kualitas udara secara signifikan.

Berikut data rinci:

Bagaimana dengan Indonesia?

Berdasarkan data IQAir (Oktober 2025), Jakarta memiliki indeks kualitas udara (AQI) sekitar 70–90 dengan kategori “Sedang”, sedangkan Bekasi mencapai 110–130 dan tergolong “Tidak Sehat bagi Kelompok Sensitif.”

Tingginya polusi udara ini disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor, aktivitas industri, dan minimnya ruang hijau.

Faktor, SDGs, dan Dampak

Banyak faktor memperparah polusi udara, mulai dari asap kendaraan bermotor, emisi pabrik, pembakaran sampah terbuka, hingga penebangan pohon tanpa reboisasi. Kota dengan pertumbuhan industri pesat namun regulasi lemah cenderung memiliki kualitas udara buruk karena pengawasan emisi tidak berjalan efektif.

  • SDG 3 (Good Health and Well-being): Polusi udara berdampak langsung pada kesehatan masyarakat. Paparan jangka panjang dapat menyebabkan penyakit pernapasan kronis, gangguan jantung, hingga menurunkan kualitas hidup.

  • SDG 11 (Sustainable Cities and Communities): Kota yang tidak mengelola emisi dan transportasi dengan baik akan sulit menjadi kota layak huni dan berkelanjutan.

Paparan polusi udara jangka panjang dapat meningkatkan risiko asma, kanker paru, hingga kematian dini. Udara kotor juga menurunkan produktivitas kerja, memperburuk perubahan iklim, serta menambah beban biaya kesehatan masyarakat.

Insight: Polusi udara bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga masalah sosial dan ekonomi yang menghambat pembangunan berkelanjutan.

Aksi yang Dapat Dilakukan

Polusi udara bukanlah masalah yang tidak bisa dikendalikan. Pemerintah dan masyarakat perlu bergerak bersama untuk mengurangi emisi dan menjaga kualitas udara. Beberapa langkah sederhana yang bisa dilakukan antara lain:

  • Meningkatkan transportasi ramah lingkungan seperti kendaraan listrik atau transportasi publik.

  • Memperketat pengawasan emisi industri dan memperluas ruang hijau kota.

  • Mengurangi pembakaran sampah terbuka dan menggalakkan daur ulang.

  • Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan sekitar.

Dengan kolaborasi antara kebijakan yang kuat dan perubahan perilaku masyarakat, udara bersih bukan hanya impian, melainkan kebutuhan dasar yang harus dijaga demi masa depan yang sehat dan berkelanjutan.

Kiara Rania Rachman, Mercy Indriani, Jesslyn Djuwadi, Maissya Nabila, dan Angel Patricia