“Hari Kebebasan Pers Internasional “

Berliani Eka Saputri
2101700056

“Hari Kebebasan Pers Internasional ”

Sumber Gambar : Artikel BINUS TV CLUB

Pada 1993, Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa menetapkan 3 Mei sebagai hari untuk memeringati prinsip dasar kemerdekaan pers, demi mengukur kebebasan pers di seluruh Internasional. Sejak itu, 3 Mei diperingati demi memertahankan kebebasan media dari serangan atas independensi dan memberikan penghormatan kepada para jurnalis yang meninggal dalam menjalankan profesinya. 3 Mei menjadi hari untuk mendorong inisiatif publik untuk turut memerjuangkan kemerdekaan pers.

3 Mei juga menjadi momentum untuk mengingatkan pemerintah untuk menghormati komitmennya terhadap kemerdekaan pers, Hari Kemerdekaan Pers Internasional juga menjadi hari bagi para pekerja pers untuk merefleksikan kebebasan pers dan profesionalisme etis jurnalis. UNESCO menjadi organisasi resmi Perserikatan Bangsa-bangsa yang setiap tahun menghelat peringatan Hari Kemerdekaan Pers Internasional.

UNESCO menetapkan tiga tema Hari Kemerdekaan Pers Internasional pada 3 Mei 2014: peran media dalam pembangunan; keselamatan dan perlindungan hukum bagi jurnalis; dan keberlanjutan dan integritas jurnalisme. Peran penting media yang merdeka dan bebas untuk memerjuangkan tata kelola pemerintahan yang baik, pemberdayaan masyarakat, dan pemberantasan kemiskinan. Sistem hukum harus menjadi jalan satu-satunya untuk memastikan keselamatan jurnalis dan memutus mata rantai impunitas terhadap para pelaku kekerasan terhadap jurnalis. Dalam perkembangan Internasional yang semakin mengglobal, keberlanjutan dan profesionalitas jurnalisme menjadi bagian penting dari Target Pembangunan Milenium.

Meski sejak 23 September 1999, Presiden Indonesia BJ Habibie mengesahkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) yang mencabut wewenang pemerintah untuk menyensor dan membredel pers, dalam kenyataannya profesi jurnalis masih menjadi salah satu profesi yang paling terancam di Indonesia. Pemerintah melalui aparat penegak hukum, baik dalam lingkungan peradilan umum maupun peradilan militer, terus menjalankan praktik impunitas, melindungi para pelaku pembunuhan terhadap jurnalis dari jeratan hukum.

Sejak 1996 hingga sekarang, sedikitnya ada delapan kasus pembunuhan dan kematian misterius jurnalis yang belum diusut tuntas oleh polisi. Pembunuhan jurnalis Fuad Muhammad Syarifuddin alias Udin (Udin tewas dianiaya orang tidak dikenal pada 16 Agustus 1996) hingga kini gagal diungkap polisi, dan kegagalan itu lebih diakibatkan tidak adanya kemauan polisi untuk mengungkap dan menangkap pembunuh Udin.

Praktik impunitas dalam kasus Udin menyuburkan praktik kekerasan terhadap jurnalis yang menjalankan profesinya, menjadi gelombang kekerasan yang tak pernah putus. Setiap tahun, jumlah kasus kekerasan terhadap jurnalis yang menjalankan profesinya tidak pernah kurang dari 30 kasus. Aliansi Jurnalis Independen Indonesia mencatat sejak Mei 2013 hingga April 2014 terjadi 43 kasus kekerasan.

Peringatan Hari Kemerdekaan Pers Internasional pada 3 Mei 2014 harus menjadi titik tolak untuk menghentikan praktik impunitas yang membuat para pelaku kekerasan terhadap jurnalis lepas dari jerat hukum. Pengungkapan kasus pembunuhan Udin menjadi penentu bagi kepolisian untuk menunjukkan komitmennya bagi perlindungan hukum profesi jurnalis dan kemerdekaan pers di Indonesia.

Sumber Penulisan/Daftar Pustaka : Artikel Binus Tv Club

Chinthya Robert