Mengapa Gamers Rela Mengeluarkan Banyak Uang untuk Skin dan Game Gacha?
Skin dan gacha telah berevolusi dari sekedar fitur tambahan menjadi inti dari strategi marketing banyak game modern. Kini, game “gratis” seperti Genshin Impact, Valorant, hingga Mobile Legends dirancang untuk mendorong pemain membeli skin item dan membuka karakter unik lewat gacha. Banyak pemain merasa “cuma cek banner aja kok”, tapi tak terasa saldo habis puluhan atau ratusan ribu rupiah. Kenapa gamer rela mengeluarkan uang sebanyak itu hanya untuk sebuah game? Seberapa besar sebenarnya pengeluaran gamer secara global untuk hal-hal seperti ini? Mari kita telusuri lebih dalam tentang budaya skin dan gacha—dari data global, alasan psikologis, hingga sisi baik dan buruknya bagi para pemain.
- Fakta & Data Global Pengeluaran Gamer
Secara global, microtransaction termasuk pembelian skin, loot box, battle pass, dan gacha telah menghasilkan lebih dari USD 80 miliar pada tahun 2024, dengan proyeksi terus meningkat di 2025. Di Amerika Serikat, rata-rata seorang gamer menghabiskan sekitar USD 435 per tahun untuk berbagai bentuk pembelian dalam game, sementara studi di Inggris memperkirakan bahwa gamer dewasa dapat mengeluarkan hingga £6.000 sepanjang hidupnya hanya untuk item virtual. Selain itu, tidak semua gamer membelanjakan jumlah yang sama. Sebagian besar pendapatan industri ini justru berasal dari kelompok kecil pemain dengan pengeluaran sangat tinggi. Riset menunjukkan bahwa hanya sekitar 0,19% pemain mobile yang menyumbang hampir 48% dari total pendapatan game free-to-play. Contohnya pada Genshin Impact, FTC AS melaporkan bahwa satu karakter eksklusif dapat menelan biaya hingga USD 475 tergantung sistem gacha dan tingkat keberuntungan pemain. - Contoh Game Berbasis Skin & GachaBanyak game populer yang menjadikan skin dan gacha sebagai pilar utama pendapatan mereka. Genshin Impact dan Honkai: Star Rail misalnya, memanfaatkan sistem gacha untuk membuka karakter serta senjata langka. Tak sedikit pemain rela membayar ratusan dollar hanya untuk mendapatkan satu karakter edisi terbatas. Hal serupa juga terjadi pada Mobile Legends: Bang Bang, yang sering merilis skin eksklusif melalui event spin atau draw dengan peluang yang rendah, sehingga mendorong pemain melakukan top-up berulang kali demi mendapatkan item yang diinginkan. Sementara itu, game seperti Valorant dan Fortnite menawarkan skin premium dengan harga tinggi meskipun tidak memengaruhi kekuatan gameplay. Beberapa bundle di Valorant bisa mencapai USD 70–100, sedangkan Fortnite menggunakan sistem battle pass dan kolaborasi karakter terkenal untuk menarik pembelian. Di ranah mobile FPS, PUBG Mobile dan Call of Duty Mobile menggunakan crate atau lucky spin yang berisi senjata dan kostum langka, memanfaatkan elemen eksklusivitas dan ketidakinginan pemain untuk ketinggalan.
- Alasan Mengapa Gamer Rela Bayar demi Skin & Gacha Berikut alasan mengapa gamers rela mengeluarkan banyak uang demi skin & game gacha :
- Ekspresi Identitas dan Eksklusivitas
Skin yang unik atau karakter langka bisa menjadi simbol status dan identitas dalam komunitas online.
- FOMO dan Event Terbatas
Rasa FOMO (Fear of Missing Out) dan adanya event yang hanya berjalan selama periode tertentu membuat pemain terdorong membeli — tak ingin ketinggalan untuk ikut membeli skin dan item premium, sehingga rela mengeluarkan uang.
- Neuropsikologi “Lotre”
Sistem gacha bekerja seperti slot machine: mengkombinasikan sensasi harapan, kekalahan, dan “pity system” untuk terus memancing interaksi player untuk terus melakukan gacha, memberikan rasa ketagihan, meskipun juga harus mengorbankan uang.
- Meningkatkan Nilai Visual & Personalisasi
Skin meningkatkan kepuasan estetika saat bermain dan memperkaya pengalaman bermain yang lebih immersive. Untuk beberapa player tak masalah membayar demi bisa mendapatkan skin yang efeknya lebih memukau ataupun bermain dengan skin atau karakter kesukaan.
- Sisi Positif & Negatif dari Perspektif Developer dan GamersUntuk developer, sistem game gacha ini memungkinkan pendapatan terus-menerus pasca rilis, tidak terbatas hanya pada saat pembelian game dan basis monetisasi yang lebih menguntungkan dari player yang berdedikasi, misalnya di game Fate/Grand Order, banyak pemain dikenal sebagai “whale”, istilah untuk player top spender, memberikan kontribusi signifikan, beberapa bahkan menghabiskan hingga dari 200 ribu USD. Selain itu, memberikan fleksibilitas dan peluang inovatif developer untuk dapat menambahkan skin, banner, dan event secara berkala.
Sumber: https://youtu.be/TAdObH5e4JA?si=qt4cTlVY3w8P4PNPMeskipun begitu, game gacha juga dinilai berpotensi memicu perilaku adiktif. Studi menunjukkan lebih 50 % remaja penggemar gacha menunjukkan gejala perilaku judi, dengan sekitar 5 % pada tahap kecanduan. Hal ini tentunya memicu masalah etika dan mendorong pengadaan regulasi ketat, seperti aturan batas usia minimal di atas 16 tahun untuk bisa bisa bermain dan melakukan transaksi di game gacha. Adanya juga kritikan game “pay-to-win”, biaya tersembunyi, dan monetisasi berlebihan, seperti harga skin yang terlalu mahal, bisa merusak reputasi developer. Tentunya ini harus menjadi pertimbangan developer saat membuat game, terutama game gacha dan game dengan transaksi di dalamnya.
Jika dilihat dari sudut pandang players, player dapat menunjukkan gaya, identitas, atau preferensi mereka lewat skin atau karakter favorit. Pengalaman game yang lebih kaya juga bisa lewat game dengan sistem gacha dan event berhadiah yang semakin menambah dimensi baru dalam bermain—bukan sekadar misi, tapi juga grinding, koleksi, dan sensasi keberuntungan. Tentunya juga, memberikan reward emosional bagi player. Sensasi mendapatkan item langka atau karakter favorit lewat sistem gacha menciptakan kepuasan tersendiri—semacam “jackpot” digital yang menggembirakan.
Meskipun begitu perlu diwaspadai oleh gamers, mekanisme game gacha dirancang mirip sistem perjudian, mengandalkan dopamin dari peluang acak. Ini bisa menyebabkan perilaku belanja impulsif dan potensi kecanduan. Selain itu, skin eksklusif atau limited-time events dapat menciptakan tekanan sosial, memicu FOMO, untuk ikut membeli agar tidak “ketinggalan zaman” atau dikucilkan dari komunitas online.
Skins & gacha bukan hanya tren — mereka adalah model monetisasi yang menggabungkan psikologi pemain, desain inovatif, serta perkembangan teknologi.
Bagi gamers, game gacha dan skin tentunya menambah kesan dan pengalaman saat bermain yang lebih imersif dan menarik. Meskipun perlu juga sikap bijak dalam mempertimbangakan setiap transaksi yang dilakukan dalam game. Sedangkan bagi developer, sistem ini membuka pintu inovasi, engagement, dan arus kas yang stabil. Namun, penerapannya tetap harus mempertimbangkan prinsip etika, transparansi, dan kepatuhan regulasi. Tentunya ini semua juga demi menjaga player tetap tertarik dan mendapat pengalaman maksimal saat bermain game.