Sejarah Vocaloid : Perkembangan dulu sampai sekarang

Pernah nggak sih kalian membayangkan punya penyanyi pribadi di dalam laptop yang siap menyanyikan lagu ciptaan kalian kapan saja, tanpa pernah mengeluh lelah? Nah, itulah konsep dasar dari Vocaloid.
Vocaloid itu adalah software buatan Yamaha yang fungsinya seperti instrumen musik, tapi suaranya adalah vokal manusia. Kalian tinggal gambar nada-nadanya, ketik liriknya, dan disini lah Vocaloid lahir sebagai mesin yang akan menyanyi untuk kalian.
Jadi, sebenernya suaranya asal dari mana?
Ini yang sering disalahpahami. Suara Vocaloid itu bukan 100% suara robot, melainkan berasal dari rekaman suara manusia sungguhan yang disebut Voice Provider (pengisi suara). Voice provider ini direkam berjam-jam di studio, tapi mereka tidak menyanyi lagu utuh, melainkan mengucapkan ribuan potongan bunyi dasar bahasa (fonem) seperti “a,” “ka,” “ki,” dan seterusnya. Ribuan rekaman suara ini kemudian dikemas menjadi satu paket data digital yang kita sebut Voicebank. Jadi, kalian harus punya Voicebank (ibarat kaset game) yang dipasang ke software Vocaloid (ibarat konsol game) agar si penyanyi virtual bisa bersuara. Mesin
Vocaloid-lah yang bertugas menyusun ribuan potongan suara tadi menjadi melodi yang kalian inginkan.
Setelah tahu rahasia di balik suaranya, mari kita lihat bagaimana teknologi “penjahit suara” ini berkembang dari tahun ke tahun secara singkat.
Perkembangan Vocaloid dari tahun ke tahun.
Awal mula nya pada tahun 2004, saat Vocaloid 1 (V1) pertama kali diperkenalkan ke dunia dengan nama sandi “Daisy”. Pada masa kelahirannya, V1 adalah sebuah eksperimen teknologi yang bagus tapi masih sangat mentah. Mengandalkan metode pemotongan dan penyambungan sampel suara, hasil nyanyian dari pionir seperti “Leon” dan “Lola” masih terdengar sangat kaku, penuh suara elektronik, dan benar-benar terasa “robotik”. Pada era ini, Vocaloid lebih dipandang sebagai alat bantu teknis bagi produser musik profesional di studio tertutup, bukan sebagai fenomena budaya pop. Antarmukanya yang rumit membuat orang awam enggan menyentuhnya, menjadikan V1 sebagai pondasi yang penting namun belum yang sempurna.
Segalanya berubah sangat drastis pada tahun 2007 dengan kedatangan Vocaloid 2. Yamaha melakukan perbaikan besar-besaran pada mesin sintesisnya yang membuat transisi antar suara menjadi jauh lebih halus. Namun, revolusi sebenarnya bukan datang dari kecanggihan mesinnya semata, melainkan dari strategi pemasaran yang bagus dengan memberikan “wajah” pada suara tersebut. Disitu lah lahirnya Hatsune Miku, karakter ikonik yang mengubah persepsi dunia. Vocaloid tidak lagi sekadar software tapi ia memiliki kepribadian. Di era V2 ini mereka mulai booming dan banyak ide kreativitas terjadi. Ribuan musisi rumahan (bedroom producers) tiba-tiba memiliki akses ke vokalis yang tidak pernah lelah dan bisa menyanyikan nada setinggi apa pun. V2 adalah masa di mana Vocaloid bertransformasi dari alat musik menjadi idola virtual.
Dan saat demam Miku melanda dunia, Yamaha tidak berhenti berinovasi. Pada tahun 2011, Vocaloid 3 dirilis dengan fokus pada stabilitas dan keberagaman bahasa. Jika V2 adalah tentang ledakan popularitas, V3 lebih tentang penyempurnaan kualitas. Mesin ini memperkenalkan penggunaan “triphones” teknik yang memungkinkan sambungan suara terdengar lebih natural dengan menganalisis bunyi sebelum dan sesudah sebuah huruf diucapkan. Selain itu, V3 mulai meruntuhkan tembok bahasa dengan dukungan yang lebih baik untuk bahasa selain Jepang dan Inggris, termasuk Spanyol, Korea, dan Cina, menjadikan komunitas Vocaloid semakin global.
Namun, para komposer musik keras seperti Rock dan Metal masih merasa adanya kurang emosi di suara suara Vocaloid ini. Dengan menanggapi masalah ini, Vocaloid 4 hadir pada tahun 2014 dengan membawa fitur “Growl” yang sangat dinanti. Untuk pertama kalinya, penyanyi virtual bisa “berteriak” dan memberikan efek serak yang gahar, melepaskan citra Vocaloid yang selama ini dianggap terlalu sopan dan bersih. Ditambah dengan fitur Cross Synthesis yang
memungkinkan penggabungan dua karakter suara berbeda (misalnya mencampur suara lembut dan suara kuat), V4 memberikan kebebasan ekspresi yang jauh lebih liar dan dinamis bagi para pencipta lagu.
Memasuki tahun 2018, Vocaloid 5 mencoba merangkul pengguna baru dengan merombak total tampilan antarmukanya menjadi lebih modern dan gelap, mirip dengan software produksi musik profesional masa kini. Fokus V5 adalah efisiensi dan kemudahan. Yamaha menyadari bahwa menyetel suara (tuning) secara manual sangatlah sulit bagi pemula, sehingga mereka menyertakan ribuan preset gaya bernyanyi dan fitur drag-and-drop. Meskipun canggih, era ini sedikit memecah komunitas karena sebagian menyukai kemudahannya, sementara pengguna veteran merasa fitur otomatisasi ini terkadang justru membatasi kontrol detail yang biasa mereka lakukan di versi sebelumnya.
Kini, kita berada di era Vocaloid 6, sebuah lompatan kuantum yang dirilis pada tahun 2022. Meninggalkan metode lama yang sekadar “menjahit” sampel suara, V6 sepenuhnya merangkul teknologi kecerdasan buatan (AI) dan Deep Learning. Mesin VOCALOID:AI kini tidak hanya menempelkan suara, tetapi mempelajari “jiwa” dan nuansa penyanyi aslinya, termasuk bagaimana mereka mengambil napas dan memberikan vibrato. Hasilnya adalah suara yang menakutkan saking realistisnya, hampir sulit dibedakan dengan manusia asli. Fitur paling futuristik di era ini adalah Vocalo Changer, di mana Anda bisa menyanyi ke mikrofon dengan suara sumbang sekalipun, dan AI akan mengubahnya menjadi nyanyian merdu menggunakan suara karakter Vocaloid, lengkap dengan lirik dan intonasi yang Anda inginkan.
Dari bunyi robotik Leon di tahun 2004 hingga nyanyian berbasis AI yang bernyawa di Vocaloid 6, teknologi ini telah membuktikan bahwa batas antara manusia dan mesin dalam seni semakin tipis. Vocaloid kini bukan lagi sekadar peniru suara manusia, melainkan sebuah instrumen baru yang memungkinkan siapa saja tanpa memandang kemampuan bernyanyi untuk menceritakan kisah mereka melalui lagu.