Kenapa “Tiga” Itu Penting Banget di Musik?
Kalau diperhatiin, angka tiga itu sering muncul dalam hidup kita. Ada pepatah Latin omne trium perfectum yaitu “segala sesuatu yang datang dalam tiga itu sempurna.”
Di luar musik pun kelihatan: cerita biasanya punya awal–tengah–akhir, pidato sering pakai tiga poin biar gampang diingat, bahkan komedi biasanya lucu di punchline ketiga.
Nah, ternyata dalam musik juga berlaku hal yang sama. Dua penulis, Paul Gilliland dan Jared Kinsler, punya cara pandang menarik soal ini: yang satu ngulik musik klasik, yang satu lagi ngebahas musik pop modern. Kalau digabung, jadi resep jitu buat bikin musik enak didengerin, gampang nempel, tapi nggak ngebosenin.
Musik Klasik: Motif → Ulang → Variasi
Menurut Paul Gilliland, banyak karya klasik besar dibangun pakai pola tiga.
Simpelnya:
- Ide / Tema – komposer ngenalin motif (potongan melodi atau ritme).
- Pengulangan – motif diulang biar pendengar hafal.
- Variasi – di pengulangan ketiga, motif diubah atau dikembangin biar ada kejutan.
Contoh gampangnya:
- Mozart suka bikin motif tiga nada yang awalnya simpel, terus diulang, dan di versi ketiga kasih loncatan melodi yang bikin pendengar kaget tapi puas.
- Beethoven di Simfoni No. 5 pakai empat nada ikonik yang diulang, lalu diubah di pengulangan berikutnya supaya nggak terdengar monoton.
Hasilnya? Musik klasik bisa tetap kohesif, punya identitas jelas, tapi nggak bikin bosan.
Musik Pop Modern: Jangan Lebih dari 3–4 Elemen
Kalau Gilliland bahas pola tiga di alur musik, Jared Kinsler di Medium lebih fokus ke kapasitas otak kita.
Dia bilang, manusia cuma bisa fokus ke 3–4 elemen musik sekaligus. Lebih dari itu, telinga kita jadi “kelebihan beban” dan malah nggak bisa nangkep hook utama lagu.
Makanya, produser musik pop modern sering mainin trik kayak:
- Swap → tukar instrumen di bagian tertentu, bukan nambah terus.
- Stack → tumpuk instrumen biar terdengar padat tapi tetap satu kesatuan.
- Solo → kasih spotlight ke satu elemen, biar lebih berkesan.
- Silence → pakai diam atau ruang kosong sebagai “bumbu”.
- Paint → tambahin warna pake efek (reverb, delay, distorsi).
- Filter & Carve → atur frekuensi biar instrumen nggak saling tabrakan.
Pernah denger lagu pop yang hook-nya gampang banget nyangkut di kepala? Bisa jadi rahasianya ada di sini bukan sekadar melodi yang bagus, tapi juga cara produser ngatur supaya telinga kita nggak kewalahan.
Kalau Digabung, Hasilnya Apa Sih?
Dua pendekatan ini sebenernya saling melengkapi.
- Dari musik klasik kita belajar pentingnya pengulangan dan variasi di titik ketiga biar lagu punya struktur yang memuaskan.
- Dari musik pop modern kita belajar pentingnya membatasi jumlah elemen yang aktif, biar pendengar bisa menikmati hook dan detail tanpa bingung.
Kalau dipraktikkan, kamu bisa bikin lagu yang:
- Mudah diingat → berkat pengulangan.
- Tetap fresh → berkat variasi di bagian ketiga.
- Jelas & enak didengar → karena jumlah elemen nggak berlebihan.
Jadi, “aturan tiga” di musik itu bukan sekadar angka keramat. Dia lahir dari kombinasi antara estetika klasik dan cara otak manusia bekerja.
Dengan ngerti konsep ini, musisi bisa bikin karya yang lebih nyantol, lebih seru, dan lebih gampang bikin orang bilang: “Wah, lagu ini nagih banget!”
Jadi kalo kalian tertarik bikin lagu, mungkin bisa coba pakai rumus sederhana ini:
- Kenalin ide → Ulang biar hafal → Variasi di pengulangan ketiga.
- Batasi elemen jadi 3–4 aja sekaligus, tapi atur cerdas dengan swap, silence, atau efek.
Reference