Potensi Tari Kecak dalam Meningkatkan Bisnis Pariwisata Bali di Masa Pandemi

Tari Kecak merupakan tarian popular yang kerap dipertunjukkan di kawasan wisata Bali. Disebut tari kecak karena tariannya unik dengan tidak diiringi oleh lantuan musik namun dengan paduan seni dari suara mulut dengan teriakan “cak cak ke cak cak ke” sepanjang pertunjukkan. Tari Kecak dipentaskan lebih dari 50 orang penari lak-laki atau perempuan yang duduk berbaris melingkar dengan irama tertentu sambal menyerukan “cak” serta mengangkat kedua tangannya.

Tarian ini sangat unik dan memiliki daya tarik tersendiri yang membuat wisatawan baik dari dalam negeri maupun mancanegara ingin dan tidak bosan untuk menonton pertunjukkan tari kecak. Namun, kebanyakan wisatawan mancanegara sangat antusias dalam menonton Tari Kecak ini. Hal ini karena mereka jarang melihat tarian tradisional di negaranya karena adanya modernisasi sehingga jika menonton Tari Kecak akan menjadi sesuatu yang baru dan unik.

Tari Kecak dilakukan di kawasan Objek Wisata Pura Uluwatu. Tari Kecak juga sudah sangat terkenal, bahkan ibaratnya seperti “tidak sah” bila ke Uluwatu tanpa menonton pertunjukkan Tari Kecak. Uluwatu seperti tidak terlepas dari Tari Kecak sehingga selalu menjadi satu kesatuan.

Namun, dampak dari adanya pandemi COVID-19 ini membuat sektor pariwisata seakan mati. Banyak sektor yang tutup karena adanya pandemi COVID-19 ini. Sektor perhotelan, villa, kawasan pantai, dll menderita kerugian yang besar. Tak terkecuali sektor Objek Wisata Pura Uluwatu. Tari Kecak yang selalu eksis dan selalu perform tiba-tiba berubah.

Tetapi hal ini belum berakhir. Pariwisata Bali mulai bangkit dan mulai menghidupi berbagai sektor yang sudah/hampir mati karena pandemi. Tari Kecak juga sudah mulai ditampilkan dengan mengikuti protokol kesehatan yang ketat. Para penari kecak di Uluwatu harus beradaptasi dengan kebiasaan baru di masa pandemic COVID-19. Mereka tetap pentas dengan memakai masker dan pelindung wajah. “Awalnya terasa sesak, tapi lama-lama terbiasa,” ucap Nyoman Rudarsa, seorang penari kecak di Uluwatu, Bali. Pengurus sanggar memastikan para penari dalam kondisi prima dan selalu mendapat pasokan vitamin serta selalu menjalani rapid test sebelum pentas.

Kemudian pengaturan penonton, Made Astra menjelaskan area pentas hanya boleh diisi maksimal 400 orang. Hal ini sangat jauh berbeda dimana sebelum pandemi penonton yang menyaksikan Tari Kecak mencapai 1400 dalam sekali pementasan. Wisatawan juga harus mematuhi prokotol kesehatan dengan mencuci tangan saat memasuki kawasan Uluwatu, wajib memakai masker, dan menjaga jarak sekitar satu meter antar pengunjung.

Selain perubahan pada penari dan penonton, sistem pembayaran juga mengalami perubahan. Sistem pembayaran sudah digital berbasis Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) yang merupakan bentuk adaptasi pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif terhadap transformasi digital di era kebiasaan baru. Sistem pembayaran QRIS ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan dengan cepat, mudah, murah, dan aman karena dapat meminimalisir kontak fisik di era pandemi.

Manager Pengelola Uluwatu, I Wayan Wijana yakin bahwa Tari Kecak akan meningkatkan pertumbuhan pariwisata kembali di Bali. “Kalau tidak ada pertunjukan tari kecak, Kawasan Objek Wisata Pura Uluwatu sangat sepi. Kami yakin dengan adanya tari kecak di era normal baru, pariwisata di Bali khususnya Uluwatu akan bertumbuh dan berkembang lagi,” ujar Wayan Wijana dalam Rilis Kemenparekraf yang diterima RRI pada Senin (24/8/2020).

Kesimpulannya, Tari Kecak adalah salah satu objek wisata yang paling digemari dan salah satu sektor terbesar dalam menyumbang ekonomi pariwisata di Bali. Walaupun terkendala dengan adanya pandemi COVID-19 ini, Tari Kecak tidak mati namun lekas tumbuh seperti biasanya, namun dengan mengikuti protokol kesehatan. Perubahan sistem pada penari, penonton, dan pembayaran harus dilakukan demi memutus rantai penyebaran COVID-19 ini. Semoga dengan melakukan prokotol kesehatan yang ketat, COVID-19 lekas hilang dan Tari Kecak dapat dilakukan dengan leluasa seperti dahulu.

Sumber:

https://travel.tempo.co/read/1415565/nasib-penari-kecak-uluwatu-bali-saat-pandemi-covid-19-rp-1-juta-ke-rp-100-ribu/full&view=ok

https://regional.kompas.com/read/2021/03/05/052000478/setahun-pandemi-covid-19-pariwisata-bali-porak-poranda-mampukah-kembali?page=all

https://katadata.co.id/safrezi/berita/618b7e5f2a683/mengenal-tari-kecak-kesenian-tradisional-kebanggan-masyarakat-bali

https://rri.co.id/humaniora/wisata/887622/tari-kecak-berpotensi-majukan-wisata-bali-kembali

https://www.gatra.com/detail/news/444102/gaya%20hidup/pesona-tari-kecak-masih-menjadi-primadona-turis-asing

https://lakumas.com/2021/02/20/tari-kecak-bali-selalu-jadi-incaran-wisatawan-manca-negara/

Irfan Hakim
Divisi Public Relation Kemanggisan