Aikido di Indonesia
Sejarah Perkembangan Aikido di Indonesia
Masa Awal Aikido di Indonesia ( 1969 – 1984 )
Dalam bentuk organisasi, yayasan aikido yang pertama kali didirikan di Indonesai adalah “Yayasan Indonesia Aikikai” atau “YIA” pada tahun 1984. Sedangkan menurut informasi lisan (penuturan), sejarah perkembangan aikido di Indonesia telah mulai berkembang sejak tahun 1969 bersamaan dengan kembalinya putera-putera Indonesia yang lulus sarjana dari Jepang (a.l: Sensei Jozef Poetiray, Sensei Mansyur Idham, Sensei Tansu Ibrahim, dll) yang disekolahkan Pemerintah RI sebagai akibat pampasan perang Jepang.
Era tahun 1986 hingga 1990
Rapat resmi pertama YIA diadakan pada Februari 1986 dengan topik bahasan AD-ART Yayasan.Sampai dengan 1986, secara umum dojo Aikido hanya terdiri 3 dojo (Slipi-Kemanggisan, Menteng dan Manggarai) di Jakarta dan 1 di Surabaya. Pelatih aktif terdiri dari Mansyur Idham, DAN 1; Achmad Mahbub, DAN 1 dan Surabaya diwakilkan pada Prawira W, KYU 1. Pada tahun 1987, lahirlah 7 orang Yudansha pertama (Dan I) di Indonesia, termasuk Sensei Ferdiansyah. Regenerasi kepemimpinan pelatihan terjadi, yang mana Bapak Mansyur Idham mulai surut aktifitasnya (aktif 3 tahun, sejak 1984) di aikido dan berpulangnya Bpk. Ahmad Machbub ke Rahmatullah. Sejak tahun 1988, Koordinator Kepelatihan dan pelaksanaan Ujian Kenaikan Tingkat dipercayakan kepada Ferdiansyah. Dan Ketua Umum YIA diamanatkan kepada DR. Dono Iskandar. Pada tahun 1990, didatangkan pelatih professional untuk pertama kali dari Jepang melalui program JOCV – JICA, Hiroaki Kobayashi, Dan III untuk selama 2 tahun.
Era tahun 90-an
Dojo Percontohan yang dikembangkan Sensei Ferdiansyah mulai terbentuk lebih solid, yang untuk pertama kali dikembangkan di kalangan kemahasiswaan (terdiri dari 3 dojo). Perkembangan dojo: dari 4 dojo di seluruh Indonesia menjadi 12 dojo (1 dojo Bandung, 1 dojo Surabaya, 1 dojo Sumbawa, 9 dojo Jakarta). Pada tahun 1993, Sensei Ferdiansyah, Dan III (setelah aktif mengembangkan 7 tahun, sejak 1986) meninggalkan YIA dan mengundurkan diri dari segala inisiatifnya mengembangkan YIA, sebagai koordinator kepelatihan dan Penguji utama pelaksanaan ujian. Dimana
sebelumnya secara berturut telah pula mengundurkan diri: Prawira W (Surabaya) dan Dono Iskandar (Ketua Umum YIA). Secara istilah “Aikido Indonesia” pertama kali digunakan oleh Perguruan Aikido Indonesia di bawah naungan Yayasan “Keluarga Beladiri Aikido Indonesia” yang biasanya dikenal dengan istilah umum “KBAI”. Yayasan KBAI ini terbentuk secara resmi pada tahun 1994 di Jakarta dengan para pendirinya yang terdiri dari Bapak Ir. Muhammad Gazali, Bapak. Drs Muhammad Razif dan Ir. Ferdiansyah. Perguruan Aikido Indonesia, KBAI tercatat di Dojo Finder mewakili Indonesia satu-satunya. Pada tahun 1999, Perguruan Aikido Indonesia-KBAI diakui satu-satunya mewakili Indonesia menghadiri perhelatan besar Aikido di Jepang. Acara pertemuan pemimpin organisasi dari berbagai negara untuk hadir dalam penobatan Doshu (Pemimpin Dunia) Aikido, Indonesia diwakili Sensei Ferdiansyah, Dan IV.
Era tahun 2000 – Sekarang
sejak tahun 1992. Dan sejak 1996, Aikido cukup marak berkembang terutama di Jakarta. Kepopuleran Aikido berdampak juga pada minat orang untuk berbisnis dan berdagang pada lingkup aikido, termasuk pada bidang keilmuannya. Hal yang memprihatinkan adalah sejak tahun 2000, begitu banyak dojo berkembang tanpa akar jelas, terlebih lagi keabsahan legitimasi dan mutu pelatihnya juga patut dipertanyakan. Hal ini tentu akan memberikan dampak pada penggambaran Aikido yang salah di masyarakat awam. Adalah hak masyarakat untuk memilih dan berhati-hati dalam memilah apa yang dipilihnya untuk kemudian ditekuninya. Fondasi atau Dasar yang salah akan menghasilkan landasan yang lemah, akibatnya dalam bidang keilmuan tentu akan memberi arah yang dipastikan salah. Padahal, apa yang kita tekuni akan berdampak pada pembangunan diri dan pengembangan kemampuan diri kita dikemudian hari. Jika hal ini tidak dianggap penting tentunya itu juga suatu pilihan masyarakat itu sendiri.
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….Untuk melukai lawan adalah untuk melukai diri sendiri. Mengendalikan agresi tanpa menimbulkan cedera dalam seni damai.
– Morihei Ueshiba –
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….